Skip to content Skip to footer

MENUAI SUKSES DENGAN MENCINTAI PERPUSTAKAAN : Suatu wacana tentang pengembangan budaya baca

Oleh : Harmawan

E-mail : harmawan@uns.ac.id

PENDAHULUAN

Setiap orang baik sebagai individu, dalam membina keluarga maupun sebagai bangsa pasti menginginkansuatu kesuksesan dalam hidupnya. Banyak jalan menuju sukses diantaranya dengan kerja keras, perjuangan tanpa mengenal lelah, rajin dan tekun. Seseorang mempunyai jiwa sukses apabila dia tidak suka mengeluh dan tanpa mengenal lelah melakukan daya upaya untuk meraih cita-citanya. Sebagai bangsa yang ingin maju dan sukses, harus meyakini bahwa jalan terbaik untuk meraih sukses adalah dengan ilmu Dengan ilmu kesuksesan akan kita peroleh. Ilmu merupakan kunci sukses tidak hanya untuk kepentingan di dunia tetapi juga untuk kebahagiaan di akhirat kelak. Dalam hadis disebutkan bahwa barang siapa yang ingin mendapatkan kebahagiaan di dunia maka dengan ilmu. Barang siapa yang ingin mendapatkan kebahagiaan di akhirat maka dengan ilmu. Barang siapa yang ingin mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat maka dengan ilmu.

Cara untuk memperoleh ilmu adalah dengan belajar. Kunci kesuksesan belajar adalah membaca dan salah satu sarana belajar adalah perpustakaan. Pertanyaannya adalah apakah sebagian besar waktu kita sudah kita pergunakan untuk membaca ? Padahal kita ingin sukses, tetapi tidak banyak waktu yang kita luangkan untuk membaca. Bagaimana bisa terwujud cita-cita kita ? itu sangat tidak realistis. Oleh karena itu dalam makalah ini, saya mencoba mendiskusikan tentang budaya baca dan berbagai aspek yang berkaitan dengan hal tersebut.


RENDAHNYA BUDAYA BACA MASYARAKAT INDONESIA

Ceritera tentang kebiasaan membaca di negara – negara maju (Inggeris, Amerika, Jerman, Belanda, Jepang) sudah sering kita dengar. Dimanapun mereka berada selalu mempergunakan waktu luangnya untuk membaca. Ketika mereka sedang menunggu di halte bus, di stasiun atau sedang menempuh perjalanan sudah tidak asing lagi bagi mereka memanfaatkan waktunya untuk membaca. Bandingkan keadaan tersebut dengan keadaan di Indonesia. Kita lihat di terminal, di stasiun, bahkan di bandara pemandangan demikian hampir tidak pernah kita jumpai. Ketika orang Indonesia sedang berada di tempat tersebut di atas, mereka kebanyakan menggunakan waktu luangnya untuk bercerita, merokok atau bahkan bengong semata.

Budaya baca masyarakat Indonesia memang masih sangat memprihatinkan. Banyak faktor kenapa keadaan yang memprihatinkan masih terjadi ? Alasan pertama adalah budaya yang sudah ada secara turun menurun adalah budaya ceritera bukan budaya baca dan perkembangannya menuju kearah budaya menonton (televisi). Kedua adalah penghasilan kebanyakan masyarakat Indonesia masih rendah sehingga buku masih dianggap barang mahal. Ketiga adalah sistem pendidikan Indonesia belum menunjang tumbuhkembangnya budaya baca karena orientasinya masih membaca untuk lulus bukan membaca untuk pencerahan sepanjang hidup. Keempat adalah keberadaan perpustakaan yang belum memadai. Kesan masyarakat umum tentang perpustakaan masih dianggap sebagai tempat yang serius dan menyebalkan. Tentunya masih banyak alasan yang dapat kita daftar kalau kita ingin bicara tentang penghambat perkembangan budaya baca di Indonesia. Walaupun terkadang alasan tersebut tidak didasarkan pada penelitian yang memadai dan hanya didasarkan pada asumsi. Sebagai contoh alasan tentang penghasilan masyarakat Indonesia yang masih rendah. Memang rata-rata pendapatan perkapita orang Indonesia rendah, namun yang perlu diperhatikan adalah tentang bagaimana alokasi pengeluarannya ? Dari pengamatan saya, banyak pengeluaran masyarakat Indonesia dialokasikan untuk hal-hal yang tidak perlu, misalnya, untuk kebutuhan rokok. Banyak orang Indonesia walaupun penghasilannya rendah, tetapi mereka tetap mengkonsumsi rokok yang jelas-jelas tidak ada manfaatnya dan menghabiskan minimal 1 bungkus rokok per hari. Berapa biaya yang dikeluarkan tiap bulan untuk rokok ? dan adakah alokasi anggaran keluarga untuk buku ? Tidak banyak keluarga yang mengalokasikan anggarannya untuk pembelian buku yang jelas-jelas banyak manfaatnya bagi masa depan anak dan bangsa. Oleh karena itu, diperlukan penelitian yang mendalam tentang perkembangan budaya baca di Indonesia dan apa penyebab budaya baca di Indonesia rendah? Setelah diketahui akar masalahnya baru diambil langkah strategis untuk mengatasi masalah tersebut. Tentunya masalah budaya baca itu tidak hanya menjadi tanggungjawab pemerintah saja, tetapi merupakan tanggungjawab kita bersama sebagai warga Indonesia yang ingin sukses meraih cita-citanya yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa menuju masyarakat adil dan makmur.


BELAJAR DARI JEPANG

Pengembangan budaya baca di Jepang memang sudah dimulai sejak ratusan tahun yang lalu. Dalam catatan sejarah, sejak 1868 pada masa kekaisaran Meiji yang dikenal juga masa restorasi Meiji telah diambil langkah strategis dalam kebijakan untuk membangun sumber daya manusia Jepang. Pada saat itu pengembangan sumber daya manusia di mulai dengan pengiriman tenaga – tenaga muda untuk belajar dan menuntut ilmu di negara-negara maju terutama Eropa dan Amerika dan ada kewajiban harus mengabdikan diri dan mengamalkan ilmunya setelah lulus untuk kepentingan bangsanya. Disamping itu juga ada kebijakan sang Kaisar tentang penerbitan dan penerjemahan buku secara besar-besaran di segala bidang agar penguasaan ilmu khususnya teknologi dapat dipahami secara cepat. Hasilnya dapat kita lihat sekarang, bahwa Jepang dapat menguasai perekonomian dunia. Sekalipun pada 1945 kota Hiroshima dan Nagasaki di bom dan hampir meluluhlantakkan segala segi kehidupan, namun mereka dengan cepat berbenah diri. Dalam waktu singkat bangsa Jepang dapat bangkit karena memiliki keunggulan sumber daya manusia. Bangsa Jepang dapat menguasai produk-produk teknologi tinggi bahkan dapat dikatakan lebih unggul dibandingkan dengan produk-produk negara maju lainnya. Penguasaan tehnologi tinggi masyarakat Jepang berkaitan erat dengan keunggulan budaya baca. Jadilah, masyarakat Jepang menjadi masyarakat yang siap menyerap ilmu dari berbagai bahan bacaan yang terbit di dunia.

Bagaimana dengan pengembangan perpustakaan di Jepang ? Dari berbagai sumber informasi yang ada, pemerintah Jepang sangat serius dalam menangani perpustakaan. Hal ini dapat diketahui dengan memperhatikan cara pengelolaan perpustakaan umum. Seperti halnya perpustakaan-perpustakaan umum di negara manapun biasanya dikelola oleh pemerintah pusat/daerah. Di Jepang perpustakaan umum kebanyakan juga dikelola oleh pemerintah pusat/daerah. Yang istimewa adalah sistem ”inter library loan” di Jepang sudah berjalan dengan baik seperti yang dilakukan oleh negara-negara maju lainnya. Sehingga tidak ada gap antara daerah pedesaan dengan daerah perkotaan. Pengguna perpustakaan umum di Jepang sangat dimanjakan. Pengguna perpustakaan di suatu daerah terpencil dapat dengan mudah memperoleh informasi/buku yang diinginkan tanpa susah payah harus pergi ke perpustakaan yang lebih komplit di perkotaan. Hal ini disebabkan karena sistem jaringan online yang sudah mantap. Setiap pengguna perpustakaan di manapun mereka berada dapat dengan mudah mengetahui dimana informasi/buku yang dicari berada dan juga dapat dengan mudah untuk memperolehnya.

Online antar perpustakaan juga telah disinergikan dengan perkembangan perpustakaan modern yang berbasis digital atau yang kita kenal dengan e-library. Dengan e-library bahan bacaan seperti buku, jurnal, bacaan populer dalam bentuk elektronik dapat di akses dengan mudah tanpa mengenal batas waktu dan tempat.

Pemerintah Jepang melalui University of Tokyo, pada tahun 2002 telah sukses meluncurkan e-library for community (Perpustakaan elektronik untuk masyarakat). Dengan program ini, pengguna perpustakaan tidak hanya dapat mengakses dengan mudah informasi yang dicari tetapi juga dapat ikut aktif menulis artikel atau menyampaikan pendapat melalui e-library. Yang istimewa adalah semua pelayanan perpustakaan dilaksanakan dengan gratis sekalipun ada yang membayar tapi masih terjangkau oleh kalangan masyarakat paling bawah sekalipun.

Dengan pola ini, masyarakat Jepang menjadi semakin cepat berkembang dan mempunyai budaya baca tinggi yang pada gilirannya adalah bangsa Jepang menjadi bangsa yang unggul.

Bagaimana peran perpustakaan di Indonesia dengan pengembangan budaya baca ?
PERAN PERPUSTAKAAN DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA BACA DI INDONESIA

Sekalipun perpustakaan telah melakukan upaya untuk menumbuhkembangkan budaya baca, namun hasilnya belum nampak di masyarakat. Dengan keterbatasan yang ada perpustakaan di Indonesia terus berusaha meningkatkan minat baca bagi masyarakatnya. Perpustakaan perguruan tinggi, misalnya, sejak tahun 1980 an terus meningkatkan kualitas pelayanannya. Cara yang ditempuh, misalnya, dengan mengirim tenaga perpustakaan untuk menempuh pendidikan lanjut di bidang perpustakaan baik untuk pendidikan non-gelar, S1, dan S2. Disamping itu peningkatan secara kualitas dan kuantitas koleksi perpustakaan dengan cara menambah jumlah anggaran. Penerapan teknologi informasi juga telah banyak di implementasikan dalam operasional perpustakaan baik pengembangan otomasi perpustakaan maupun pengembangan perpustakaan digital agar perpustakaan tidak ketinggalan dengan kemajuan teknologi informasi. Kebijakan pemerintah pusat tentang tenaga fungsional pustakawan juga telah mendorong semangat pustakawan untuk bekerja lebih profesional yang pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan budaya baca bagi masyarakat.

Upaya pengembangan perpustakaan umum sekarang sudah mulai digalakkan. Di Jawa Tengah, misalnya, beberapa perpustakaan daerah seperti di Wonosobo, Magelang, Cilacap, Blora adalah sebagai bukti bahwa perpustakaan umum mulai berkembang. Segala usaha yang telah dilakukan perpustakaan tersebut merupakan salah satu cara mengembangkan budaya baca. Semoga perpustakaan daerah yang masih tertinggal, khususnya yang ada di Jawa Tengah cepat mengejar ketertinggalannya. Peningkatan budaya baca memang bukan pekerjaan mudah, memerlukan perjuangan dan hasilnya hanya dapat dinikmati dalam jangka panjang. Karena begitu pentingnya peran perpustakaan dalam pengembangan budaya baca, maka jalan terbaik agar kita dapat berpartisipasi dalam pengembangan budaya baca adalah dengan cara mencintai perpustakaan.


MENCINTAI PERPUSTAKAAN

Tak kenal maka tak sayang. Pepatah lama ini sangat relevan kalau kita kaitkan dengan bagaimana cara mencintai perpustakaan. Untuk mencintai perpustakaan kita harus mengenal terlebih dahulu apa itu perpustakaan dan apa pula fungsi perpustakaan ?

Menurut Suwondo Atmodjahnawi, perpustakaan dapat didefinisikan sebagai tempat penyimpanan koleksi bahan pustaka, yang diolah dan diatur secara sistematis dengan cara tertentu untuk digunakan oleh pemakainya sebagai sumber informasi. (Atmodjahnawi, 1989). Sedangkan fungsinya adalah :

  1. Sebagai sarana pendidikan dan pengajaran (Education)
  2. Sebagai sarana rekreasi (Recreation)
  3. Sebagai gudang ilmu pengetahuan dan sarana penelitian (Science and research)
  4. Sebagai sumber informasi (Information)
  5. Sebagai sarana dokumentasi (Documentation).

Dengan mengenal lebih jauh tentang perpustakaan oleh semua pihak yang berkepentingan diharapkan mereka dapat lebih mencintai perpustakaan.


SIAPA YANG SEHARUSNYA MENCINTAI PERPUSTAKAAN ?

Kata cinta mengandung berbagai macam makna. Cinta paling tidak harus melibatkan dua belah pihak. Dalam kaitannya dengan perpustakaan, siapa yang seharusnya mencintai perpustakaan ? Paling tidak ada tiga kelompok orang yang harus mencintainya yaitu pimpinan dan staf perpustakaan, tenaga pendidik, dan pengguna perpustakaan disamping juga peran pemerintah.


PIMPINAN DAN STAF PERPUSTAKAAN

Bagaimana cara mencintainya ? Bagi pimpinan dan staf perpustakaan cara terbaik untuk mencintai perpustakaan adalah dengan bekerja secara profesional. Seseorang dapat disebut profesional apabila dia mempunyai keahlian di bidangnya. Untuk menjadi ahli, mereka harus mempunyai pendidikan khusus. Tentunya masih harus ada syarat lain yang perlu dipenuhi yaitu menjadikan profesi tersebut sebagai sumber penghidupan yang layak dan membanggakan.

Bagi pimpinan perpustakaan harus lebih aktif dan kreatif dalam mengelola perpustakaan. Artinya sekalipun perpustakaan bukan organisasi yang mencari keuntungan, namun dalam pengelolaannya dapat mengadopsi berbagai cara yang diterapkan oleh dunia bisnis. Perpustakaan dapat belajar ke organisasi bisnis tentang bagaimana mengelola sumber daya manusia, mengatur keuangan, menerapkan konsep pemasaran dsb. Aplikasi konsep pemasaran, misalnya, dapat diterapkan di perpustakaan dengan berbagai penyesuaian.Penerapan konsep pemasaran organisasi nirlaba telah berkembang sejak tahun 1970-an. Efektivitas konsep tersebut baik untuk organisasi bisnis maupun organisasi nirlaba telah mendorong para pustakawan untuk mengadopsinya. Para pustakawan di Indonesia sejak tahun 1990-an telah banyak mencoba untuk mengadopsi konsep ini walupun masih banyak kendala yang dihadapi.

Murphy medefinisikan konsep pemasaran sebagai berikut :

“A marketing concept as an integral part of strategic planning that starts with identification of customer need and ends with the successful sale and distribution of the product or service.” Menurut definisi di atas dapat dinyatakan bahwa apapun layanan jasa yang ditawarkan oleh perpustakaan harus diawali dan berorientasi kepada kebutuhan pengguna dan diakhiri dengan keberhasilan layanan yang ditawarkannya. Penjabaran lebih lanjut tentang penerapan konsep pemasaran adalah dengan mengkombinasikan 4 variabel yang disebut dengan Marketing Mix yaitu Product, Price, Place, and Promotion. Dengan penerapan konsep ini, diharapkan pengguna akan lebih rajin untuk mengunjungi perpustakaan, karena kebutuhan informasi mereka dapat dipenuhi.


TENAGA PENDIDIK

Bagi tenaga pendidik seperti dosen, guru, widyaswara dsb cara terbaik mencintai perpustakaan adalah dengan memberi contoh kepada anak didiknya. Kalau mereka menganjurkan muridnya untuk senang mengunjungi perpustakaan tentunya mereka sendiri terlebih dahulu harus rajin datang ke perpustakaan. Kalau perlu integrasikan proses belajar mengajar dengan program perpustakaan. Artinya setiap dosen atau guru memberi mata pelajaran sebaiknya bahan acuannya ada di perpustakaan. Sayangnya pelaksanaan konsep ini tidak mudah, karena banyak hambatan seperti minimnya dana perpustakaan, terlalu banyak mahasiswa/murid dsb. Di negara- negara maju, sebagian besar waktu mahasiswa dihabiskan di perpustakaan. Bagi mereka perpustakaan sebagai jantungnya universitas bukan hanya slogan belaka.


PENGGUNA PERPUSTAKAAN

Sebagai pengelola perpustakaan, saya sering mendapat berbagai keluhan yang datang dari pengguna perpustakaan. Keluhan tentang koleksi perpustakaan sudah kuno dan tidak komplit (jadul), petugas perpustakaan tidak ramah/galak, ruang yang tidak nyaman dsb adalah suatu yang sering kami hadapi. Yang terpenting dalam hal ini adalah bagaimana para pengguna perpustakaan dapat berempati tentang keadaan perpustakaan. Usulkan kepada pimpinan perpustakaan untuk membenahi keadaan yang tidak kondusif tersebut kalau perlu ajaklah pimpinan perpustakaan untuk berdiskusi sehingga ada jalan keluar dalam pemecahan persoalan tersebut. Para pengguna perpustakaan jangan hanya mengkritik melulu tanpa mempunyai alternatif pemecahannya. Cara inilah merupakan salah satu cara yang terbaik bagi pengguna untuk mencintai perpustakaan.


PERAN PEMERINTAH

Disamping tiga kelompok orang tersebut di atas, peran pemerintah menjadi sangat sentral dalam pengembangan budaya baca dan perpustakaan. Belajar dari Jepang seperti yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa peran kaisar adalah sangat menentukan dalam pengembangan budaya baca dan keunggulan sumber daya manusia Jepang. Pemerintah disamping harus memprioritaskan anggaran untuk pendidikan termasuk perpustakaan juga harus membuat kebijakan yang strategis menyangkut pengembangan budaya baca. Penelitian yang dilakukan oleh Taufik Ismail pada tahun 1997 tentang program membaca dari 13 SMA di dunia mendapatkan hasil yang sangat memprihatinkan bagi kita bangsa Indonesia. Berikut ini hasil penelitian tentang bacaan buku sastra wajib di 13 SMA pada berbagai negara :


Buku Sastra Wajib di SMA pada 13 negara

 

NO Asal Sekolah Buku Wajib Nama SMA/Kota Tahun
1. SMA Thailand Selatan 5 judul Narathiwat 1986-1991
2. SMA Malaysia 6 judul Kuala Kangsar 1976-1980
3. SMA Singapura 6 judul Stamford College 1982-1983
4. SMA Brunei Darussalam 7 judul SM melalyu I 1966-1969
5. SMA Rusia Sovyet 12 judul Uva 1980-an
6. SMA Kanada 13 judul Canterbury 1992-1994
7. SMA Jepang 15 judul Urawa 1969-1972
8. SMA Internasional Swiss 15 judul Jenewa 1991-1994
9. SMA Jerman Barat 22 judul Wanne-Eickel 1966-1975
10. SMA Perancis 30 judul Pontoise 1967-1970
11. SMA Belanda 30 judul Middleburg 1970-1973
12. SMA Amerika Serikat 32 judul Forest Hills 1987-1989
13. AMS Hindia Belanda A 25 judul Yogyakarta 1939-1932
14. AMS Hindia Belanda B 15 judul Malang 1929-1932
15 SMA Indonesia 0 judul Dimana saja 1943-2005

Sumber : Taufik Ismail, 2005. Tragedi Nol Buku, Tragedi Kita Bersama. Makalah disampaikan pada Rakenas IPI, Pekanbaru, Riau, tanggal 31 Mei 2005.

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah khususnya mengenai pengembangan budaya baca di Indonesia sangat memprihatinkan. Peran pemerintah sangat menentukan dalam hal ini, terutama berkaitan dengan kebijakan pengembangan kurikulum dan proses belajar dan mengajar.

PENUTUP

Sekalipun pengembangan budaya baca di Indonesia masih sangat memprihatinkan, kita tidak boleh pesimis. Kita harus berusaha terus untuk meningkatkan budaya baca. Karena kita yakin bahwa bangsa yang memiliki budaya baca yang tinggi akan mempunyai keunggulan. Bangsa Indonesia yang terkenal dengan kekayaan sumber alamnya tidak akan dapat mewujudkan cita-citanya tanpa memiliki keunggulan sumber daya manusia. Keunggulan sumber daya manusia dapat dicapai dengan cara meningkatkan budaya baca. Peningkatan budaya baca dapat dimulai dari masing-masing individu dan keluarga dan juga kebijakan pemerintah yang bersangkutan dengan hal tersebut. Membaca merupakan modal utama untuk menuai sukses dan cara termurah untuk dapat membaca adalah mengunjungi perpustakaan.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Asroruddin, Muhammad. Melongok Budaya Baca dan Tulis Masyarakat Jepang. (http://www.mail-archive.com/clonn_fkui@yahoogroups.com/msg00122.html) Sabtu, 9 Desember 2006
  2. Atmodjahnawi, Suwondo. Buku pedoman : Serbaneka Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret. Surakarta : Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret, 1989.
  3. Krisnamurthy, R.. Library management. New delhi :Ajay Verma, 2003.
  4. Lasa H.S. Manajemen perpustakaan. Yogyakarta : Gama Media,2005
  5. Murphy, Kurt R. Marketing and library management. Library Administration & management. 5 (3), Summer 1991, p. 155
  6. Perkembangan Perpustakaan di Indonesia. Bogor : IPB Press, 2005
  7. Septiyantono, Tri dkk.(ed.).Dasar-Dasar Ilmu Perpustakaan dan Informasi,. Yogyakarta : Jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi (IPI), Fakultas Adab IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2003
  8. Sulistyo-Basuki. Pengantar Ilmu Perpustakaan, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993.

1 Comments

  • Mega Setiani
    Posted 23 May 2018 10:29 am 0Likes

    woah saya baru tahu sangat besar ya impactnya, thank you for sharing

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.