Skip to content Skip to footer

PEMBANGUNAN OLAHRAGA BAGIAN INTEGRAL DARI PEMBANGUNAN BANGSA

Prof. Dr. H.M. Furqon Hidayatullah, M.Pd.

Yang terhormat,
Rektor/Ketua Senat Universitas Sebelas Maret;
Sekretaris dan Anggota Senat;
Pimpinan Fakultas, Pascasarjana, Lembaga, UPT, Jurusan/Bagian, dan Program Studi;
Yang terhormat Dosen, Karyawan, dan Mahasiswa
Yang terhormat Para Pejabat Sipil dan Militer
Para Tamu Undangan, Wartawan, dan Hadirin yang berbahagia.

Marilah kita tiada pernah lupa dan tiada henti-hentinya memanjatkan puji dan rasa syukur ke hadirat Allah SWT, karena dengan limpahan taufik, hidayah, dan inayah-Nya kita sekalian dapat berkumpul di tempat yang terhormat ini. Berkat perkenan-Nya pula pada hari ini saya mendapat kehormatan untuk menyam¬pai¬kan pidato pengukuhan jabatan guru besar dalam bidang Ilmu Keolahragaan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Uni¬ver¬sitas Sebelas Maret di hadapan para hadirin yang saya muliakan.
Pada kesempatan yang berbahagia ini perkenankanlah saya menyampaikan pidato pengukuhan guru besar dengan judul: “Pembangunan Olahraga bagian Integral dari Pembangunan Bangsa”.

Hadirin yang Saya Muliakan,

PENDAHULUAN

Lagu Kebangsaan Republik Indonesia yang berjudul “Indonesia Raya”, yang dikarang oleh WR. Supratman, syairnya antara lain berbunyi: “Bangunlah jiwanya bangunlah badannya”. Sepenggal syair ini menunjukkan bahwa dalam membangun bangsa, termasuk membangun Sumber Daya Insani (SDI) mene¬kan¬kan pada pembangunan jiwa dan raga atau jasmani dan rokhani.
Kondisi jasmani dan rokhani yang kuat akan memberikan landasan yang kuat pula terhadap pengembangan Sumber Daya Insani. Bangsa yang kuat dan besar terutama ditentukan oleh kualitas Sumber Daya Insaninya. Banyak faktor untuk membangun SDI yang kuat, dalam konteks ini olahraga memiliki peran yang cukup penting.
Dalam kenyataannya, olahraga telah menjadi bagian dari hidup dan kehidupan manusia. Persoalannya adalah bagaimana agar olahraga dapat dijadikan wahana dalam membangun bangsa yang sehat dan kuat jasmani dan rohani. Akan tetapi di sisi lain masih ditemui banyak kendala dalam pembangunan olahraga.
Pembangunan olahraga di Indonesia masih perlu peningkatan dan pengembangan lebih lanjut, karena di samping harus mengejar ketinggalan dengan negara-negara lain, Indonesia juga masih me¬miliki berbagai kendala dalam pembinaannya. Masalah yang dihadapi dunia olahraga Indonesia, yaitu:
1.    Belum optimalnya kemauan politik (political will) pemerintah dalam menangani olahraga. Hal ini ditandai antara lain: lembaga yang menangani olahraga belum secara herarkhis-vertikal terpadu; kegiatan olahraga dikenai pajak; dana terbatas; dan lain-lain.
2.    Sistem pembinaan belum terarah. Kurangnya keterpaduan dan kesinambungan penyusunan pembinaan pendidikan jasmani dan olahraga serta pelaksanaan operasionalnya mengenai kegiatan pemassalan, pembibitan, dan peningkatan prestasi sebagai suatu sistem yang saling kait-mengkait. Sebagai indikatornya antara lain: belum memiliki sistem rekruitmen calon atlet; pemilihan olahraga prioritas belum tepat; dan lain-lain.
3.    Lemahnya kualitas Sumber Daya Insani olahraga. Rendahnya kualitas pelatih dan kurang optimalnya peran guru pendidikan jasmani di luar sekolah merupakan sebagian indikator yang menunjukkan rendahnya kualitas.
4.    Belum optimalnya peran Lembaga Pendidikan Tinggi Olahraga (LPTO), seperti Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK); Fakultas/ Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan (FPOK/JPOK), Program Studi-Program Studi yang menangani disiplin ilmu keolahragaan dalam Program Pascasarjana. Hal ini ditandai dengan masih rendahnya kualitas lulusan; banyak SDI yang tidak terlibat dalam kegiatan olahraga di luar kampus sesuai dengan potensinya, dan lain-lain.
5.    Lemahnya peran Lembaga/Bidang Penelitian dan Pengem¬bangan Olahraga. Indikatornya adalah: perhatian terhadap lembaga tersebut rendah; data tentang keolahragaan (misalnya data: atlet, pelatih, kelembagaan) belum lengkap; dan lain-lain.
6.    Terbatasnya sarana dan prasarana.  Tidak seimbangnya antara pengguna dan fasilitas yang tersedia, bahkan fasilitas olahraga yang telah ada beralih fungsi, dan lain-lain.
7.    Sulitnya pemanfaatan fasilitas olahraga. Karena terbatasnya fasilitas, maka berdampak pada sulitnya memanfaatkan fasilitas tersebut. Bahkan untuk kebutuhan pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah pun masih jauh dari memadai. Untuk fasilitas tertentu,  Pengguna harus mambayar.
8.    Masih kaburnya pemahaman dan penerapan pendidikan jasmani dan olahraga. Terutama di sekolah, masih banyak dijumpai pelaksanaan pembelajaran pendidikan jasmani yang berorien¬tasi pada peningkatan prestasi olahraga. Padahal seharusnya pendidikan jasmani tersebut diarahkan pencapaian tujuan pen¬di¬dikan. Pencapaian prestasi di sekolah dapat dilakukan pada kegiatan ekstrakurikuler.
Berdasarkan beberapa penelitian ditemukan bahwa kondisi kesegaran jasmani guru-guru pendidikan jasmani rata-rata ber¬kategori “kurang”*) (Furqon, 2003: 3). Faktor-faktor yang mempe¬nga¬ruhi kondisi kesegaran jasmani tersebut terutama karena sebagian besar guru pendidikan jasmani di sekolah dasar tidak melakukan aktivitas olahraga secara teratur. Bahkan juga ditemu¬kan faktor lain, yaitu dalam pelaksanaan mengajarnya pun jarang terlibat atau melibatkan diri dalam aktivitas fisik. Di sisi lain, kondisi kesegaran jasmani bagi anak usia 11–17 tahun juga berkategori “kurang” (Furqon dan Kunta, 2004: 2).
Melengkapi temuan tersebut, berdasarkan hasil tes peman¬du¬an bakat dengan Metode Sport Search sebagian besar (> 70 %) potret keberbakatan anak Sala adalah olahraga yang bersifat individual atau perorangan dan sangat jarang anak yang memiliki bakat dalam olahraga beregu atau tim (Furqon dan Muhsin,           2000: 5). Kondisi semacam ini kemungkinan besar disebabkan, karena lemahnya kemampuan gerak dasar dan kemampuan koor¬dinasi gerak anak. Lemahnya kemampuan gerak tersebut, kemung¬kinan disebabkan oleh: (1) spesialisasi pada cabang olahraga tertentu terlalu dini; (2) lemahnya pendidikan jasmani di sekolah dasar; (3) kegiatan anak di luar sekolah tidak memberikan peluang untuk bergerak; dan (4) lingkungan yang kurang konduksif, seperti terbatasnya tempat bermain, hilangnya kesempatan anak untuk berburu, berpetualang, dan lain-lain.
Dalam bidang olahraga kompetitif, yang menekankan pada pencapaian prestasi yang setinggi-tingginya juga mengalami kemun¬duran. Salah satu indikatornya adalah sejak SEA Games 1995 di Thailand prestasi Indonesia merosot**). Padahal sejak Indonesia terlibat dalam SEA Games tahun 1978, Indonesia selalu ranking satu (Juara Umum).
Berdasarkan fenomena ini menunjukkan bahwa sistem pembangunan olahraga kurang ada keserasian dan kesinambungan baik secara horisontal maupun secara vertikal. Dengan kata lain, ada sesuatu yang perlu dibenahi dalam sistem pembangunan olahraga kita. Oleh karena itu, yang menjadi permasalahan adalah bagaimana mengoptimalkan peran olahraga sebagai bagian integral dari pembangunan bangsa? Dan bagaimana memberdayakan olah¬raga tersebut agar mampu mendukung pembangunan bangsa?

KENDALA DAN POTENSI

Sebagai bangsa yang tergolong dalam kelompok negara berkembang bahwa pertumbuhan olahraganya belum menggem¬bi¬rakan, karena penduduknya masih diliputi suasana meningkatkan pertumbuhan taraf hidup yang lebih baik. Sebagai akibatnya olah¬raga belum mendapat prioritas utama.
Tempat-tempat berolahraga di lingkungan lembaga pendi¬dikan, lingkungan pemukiman, dan lingkungan industri di kota-kota besar makin terbatas, bahkan banyak lapangan olahraga yang sudah ada berubah atau beralih fungsi, sehingga tidak dapat lagi digunakan untuk berolahraga. Demikian pula kurangnya tenaga keolahragaan profesional yang mengabdikan diri sepenuhnya pada perkembangan olahraga, seperti pembina, penggerak, dan pelatih, merupakan kendala pula dalam pembangunan olahraga.
Di samping kendala yang dihadapi, kita juga memiliki peluang untuk menggalang potensi yang ada.
Gerakan memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat telah memperlihatkan perkembangan yang menggembi¬rakan, terutama sejak dicanangkannya gerakan tersebut. Kondisi ini memiliki potensi yang baik sebagai dasar dalam pembangunan olah¬raga.
Dari segi jumlah penduduk yang cukup besar, pada dasarnya merupakan sumber untuk memperoleh bibit-bibit olahragawan yang berpotensi dalam berbagai cabang olahraga. Tentunya dalam pemanfaatan Sumber Daya Insani ini harus disesuaikan dengan karakteristik postur tubuh orang Indonesia. Cabang-cabang olah¬raga yang tidak atau kurang memerlukan postur tubuh yang tinggi, memiliki potensi untuk dibina dan dikembangkan, seperti bulu¬tangkis, tinju, tenis meja, panahan, loncat indah, senam dan lain-lain. Tampaknya kita akan kesulitan untuk meraih prestasi tingkat internasional, misalnya dalam cabang bola basket, bola voli, lari 100 meter, dan lain-lain, karena kita kurang atau belum memiliki postur tubuh yang menguntungkan, walaupun unsur postur tubuh tidak selamanya menjadi jaminan dalam mencapai prestasi.
Dari segi geografis maupun tersedianya sarana alami yang berupa wilayah darat, perairan, dan udara Indonesia memungkin¬kan untuk pengembangan berbagai cabang olahraga.
Dari segi banyaknya olahraga tradisional di masyarakat merupa¬kan kekayaan budaya bangsa yang dapat dikembangkan, seperti olahraga beladiri, sepak takraw, olahraga air dan lain-lain.

HAKIKAT BEROLAHRAGA

A. Berolahraga Merupakan Bagian dan Kebutuhan Hidup
Salah satu karakteristik makhluk hidup di dunia ini, termasuk manusia adalah melakukan gerakan. Antara manusia dan aktivitas fisik merupakan dua hal yang  sulit atau tidak dapat dipisahkan. Hal ini dapat dilihat bahwa sejak manusia pada jaman primitif hingga jaman moderen, aktivitas fisik atau gerak selalu melekat dalam kehidupan sehari-harinya. Berarti aktivitas fisik selalu dibutuhkan manusia.
Neilson (1978: 3) mengemukakan bahwa manusia berubah sangat sedikit selama 50.000 tahun yang berkaitan dengan organi¬sasi tentang struktur dan fungsi yang dibawa sejak lahir. Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa perubahan utama bukan pada manusianya, melainkan pada kebutuhan dan kemampuan untuk menyesuaikan dengan perubahan-perubahan besar di dalam ling¬kungan alam dan lingkungan buatan manusia. Manusia berusaha memodifikasi lingkungannya dengan mencoba-coba, eksplorasi dan dengan eksploitasi.
Pada jaman primitif gerakan pada mulanya merupakan gejala emosional murni yang dilakukan manusia untuk kesenangan dan komunikasi dengan dewa. Selanjutnya, gerakan berkembang dari pelaksanaan gerak yang tidak terencana ke kondisi gerak yang hingar-bingar pada upacara seremonial dan komunikasi untuk kerja seni. Karena aktivitas gerak sangat penting baik untuk kelang¬sungan hidup maupun komunikasi dengan dewa, maka aktivitas fisik tersebut merupakan yang terpenting untuk eksistensi manusia. Oleh karena itu, mereka mulai menyusun struktur geraknya ke dalam bentuk-bentuk yang bermanfaat, tepat dan sadar. Semua peristiwa penting dalam siklus kehidupan orang primitif yang memiliki makna praktis dan religius disimbulkan dalam gerakan-gerakan tubuh yang terstruktur. Di seluruh periode evolusinya, aktivitas fisik sangat penting untuk kelangsungan hidup dan tetap penting untuk pertumbuhan dan perkembangan yang optimum.
Harrow (1977: 5) mengemukakan bahwa ada tujuh pola gerak yang sangat penting untuk eksistensi orang primitif yang merupakan dasar gerakan keterampilan. Aktivitas gerak ini adalah inheren dalam diri manusia, yakni lari, lompat/loncat, memanjat, mengangkat, membawa, menggantung, dan melempar.
Hingga kini aktivitas fisik atau gerak, juga tidak dapat dipi¬sah¬kan dari kehidupan manusia, karena gerak dipandang sebagai kunci untuk hidup dan untuk keberadaan dalam semua bidang kehidupan. Jika manusia melakukan gerakan yang memiliki tujuan tertentu, maka ia mengkoordinasikan aspek-aspek kognitif, psiko¬motor, dan afektif.
Secara internal, gerak manusia terjadi secara terus menerus, dan secara eksternal, gerak manusia dimodifikasikan oleh penga¬laman belajar, lingkungan yang mengitari, dan situasi yang ada. Oleh karena itu, manusia harus disiapkan untuk memahami fisio¬logis, psikologis dan sosiologis agar dapat mengenali dan secara efisien menggunakan komponen-komponen gerak secara keselu¬ruhan. Dengan demikian, antara manusia dan aktivitas fisik tidak dapat dipisahkan dari kehidupannya.

B. Olahraga tak Tergantikan Aktivitas Lain
Kemajuan ilmu dan teknologi telah memberikan berbagai perubahan perilaku dan pola hidup. Salah satu contoh praktis, adanya kemajuan dalam dunia transportasi; semula orang naik angkutan kereta kuda meningkat ke mobil, dari pesawat terbang meningkat ke pesawat jet yang mampu menjelajahi ruang angkasa. Secara umum hasil kemajuan ilmu dan teknologi telah banyak membuat hidup manusia lebih mudah dan ringan. Demikian juga dalam aktivitas kehidupan sehari hari sering dijumpai kebanyakan orang yang melakukan aktivitasnya serba mudah dan ringan, misalnya ke supermarket memilih naik mobil daripada berjalan kaki atau naik sepeda. Di supermarket pun ke sana ke mari melalui elevator (tangga berjalan), pergi ke kantor naik mobil bahkan parkirnya sangat dekat dengan pintu kantornya dan sebagainya.
Dari gambaran singkat tersebut dapat disimpulkan bahwa unsur aktivitas fisik tidak dominan sehingga telah membuat manusia lebih sedikit mempergunakan unsur fisiknya daripada unsur yang lain. Pendek kata, hasil perkembangan dan kemajuan ilmu dan teknologi moderen secara tidak disadari menumbuhkan pola hidup inaktif (inactive life) atau sedentari (sedentary life), yakni kegiatan orang sehari-harinya tidak banyak memerlukan aktivitas fisik. Secara umum dapat dikatakan bahwa keadaan fisik menjadi pasif dan statis, artinya tidak segar baik jasmaniah maupun rohaniah. Kondisi ini antara lain sebagai akibat dari terus menerus menghadapi persoalan dan pekerjaan yang sama dan membosan¬kan, lagi pula tugas pekerjaannya terlalu banyak membuat orang duduk atau diam, bahkan karena kesibukannya sering kali tidak mempunyai waktu atau kesempatan untuk melakukan aktivitas jasmani secara teratur.
Uraian tersebut menggambarkan bahwa hampir semua akti¬vitas manusia dapat digantikan dengan peralatan modern yang dapat mempermudah seseorang untuk melakukannya dengan efektif dan efisien. Namun, secara tidak disadari ada salah satu aktivitas jika diganti dengan peralatan atau sarana modern malah berdampak negatif, yaitu jika seseorang tidak berolahraga. Artinya aktivitas gerak digantikan atau dilakukan oleh peralatan atau sarana lain. Oleh karena itu, khusus untuk aktivitas jasmani atau olahraga harus dilakukan oleh setiap orang (dilakukan sendiri) dan tidak dapat digantikan dengan aktivitas apapun dan oleh siapapun.

C. Berolahraga Mendorong Pola Hidup Aktif
Suatu aktivitas atau pekerjaan rutin yang kurang mendapat¬kan gerak, bila tidak diimbangi dengan aktivitas yang dapat meng¬gerakkan otot-otot atau organ-organ tubuh, biasanya akan mudah terkena gangguan kesehatan. Dalam kenyataannya pola hidup seden¬tari (pola hidup tanpa aktivitas fisik) telah membawa kemunduran tingkat kesehatan dan kesegaran jasmani. Kondisi seperti ini memiliki faktor resiko yang lebih besar terhadap penyakit tertentu.
Dampak pola hidup sedentari yang menjadi masalah kese¬hatan adalah resiko penyakit jantung yang merupakan salah satu penyebab kematian di Amerika dewasa ini, bahkan lebih dari separoh disebabkan karena penyakit-penyakit kardiovaskuler, seperti serangan jantung, tekanan darah tinggi, dan sejenisnya (Fox, Kirby, dan Fox, 1987: 5). Selanjutnya mereka juga mengatakan bahwa masalah kesehatan umum lainnya sebagai akibat kurang gerak adalah kegemukan (obesity). Ternyata timbulnya penyakit kardiovaskuler secara statistik ada kaitannya dengan faktor kegemukan.
Oleh karena itu salah satu upaya dalam mengatasi masalah kesehatan tersebut adalah dengan berlatih olahraga secara teratur, karena dengan latihan olahraga yang teratur dapat mengurangi problem-problem kegemukan dan meningkatkan kemampuan jantung yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesegaran jasmaninya.
Manusia makin menyadari bahwa olahraga tak dapat dipisah¬kan dari kehidupan manusia. Apalagi dengan majunya ilmu dan teknologi, olahraga makin dibutuhkan manusia untuk memelihara keseimbangan hidup.
Perkembangan dan persaingan pembangunan olahraga antar negara makin ketat dan keras, karena masing-masing negara sekarang ini makin menyadari akan pentingnya pembangunan olahraga bagi bangsanya, apalagi dalam era globalisasi sekarang ini.
Salah satu wahana dalam upaya meningkatkan kualitas Sumber Daya Insani adalah melalui pembangunan olahraga. Olahraga telah terbukti keampuhannya dalam turut serta membentuk manusia yang berkualitas.

D. Berolahraga sebagai Perwujudan Rasa Syukur
Dengan memperhatikan pentingnya dan dampak berolahraga, serta sebaliknya dengan memperhatikan resiko bagi yang tidak berolahraga, maka bagi mereka yang memiliki pola hidup sedentari (artinya, bagi mereka yang tidak memanfaatkan anugerah “Nikmat” dari Yang Maha Kuasa dalam wujud tersedianya komponen-komponen produksi energi untuk “gerak”) dapat dikatakan terma¬suk dalam golongan orang-orang yang kurang atau tidak bersyukur kepada Yang Maha Kuasa.
Sebagai ilustrasi sebagaimana yang digambarkan oleh Starnes (1994: 27) yang menjelaskan bahwa proses tranformasi energi yang terjadi di dalam mitrokondria (organ sub seluler, tempat di mana energi ATP diproduksi) adalah suatu proses yang amat efisien. Kebutuhan sel dan jaringan akan ATP sangatlah tinggi, di mana volume ATP yang diperlukan selama 24 jam untuk orang dewasa dengan berat badan 68 kilogram kurang lebih 100.000 mmol ATP. Melalui proses “fosforilasi oksidatif” di dalam mitokondria, produk hidrolisis ATP (yaitu: ADP + Pi + E) dengan segera di “daur ulang” untuk membentuk kembali ATP.
Sangkot dalam kompas (1994: 11) menyatakan bahwa untuk kebutuhan seluruh tubuh, setiap hari kita membutuhkan 50-70 kg ATP, sedangkan untuk jantung saja 2-3 kg ATP. Harga ATP per kg saat ini 1.500 dollar AS, jadi setiaphari ATP yang diproduksi mitokon¬dria mencapai nilai hampir 100.000 dola AS. Luar Biasa, di dalam    tubuh kita ternyata terdapat suatu pabrik kimia dan biologi yang amat efisien.
Jika tidak terjadi proses “daur ulang” maka dibutuhkan konsumsi ATP harian + 50 kilogram sewaktu istirahat. Kita ketahui bahwa harga ATP per kg. pada tahun 1994 adalah US $ 1.500. Jadi setiap hari ATP yang diproduksi oleh mitokondria yang terdapat di dalam sel-sel tubuh mencapai nilai US $ 75.000. Seandainya kurs dolar Amerika hari ini Rp. 10.000,- per US dolar, maka tubuh kita dalam kondisi istirahat, membutuhkan dana sebesar 750 juta rupiah per hari. Hitung berapa umur kita sekarang (misalnya 54 tahun), artinya 54 x 360 hari = 19.440 hari. Dengan demikian –                 Rp. 750.000.000,- x 19.440 =Rp. 145.800.000.000,- (148.8 trilyun). Ini dalam kondisi istirahat, apalagi dalam keadaan beraktivitas (Subhanallah, Allah Maha Pemurah dan Penyayang).
Jika malas berolahraga, maka fungsi tubuh tidak dapat meme¬lihara nikmat Tuhan ini. Dengan berolahraga, proses sistem tubuh tersebut, terutama yang berkaitan dengan produksi sistem energi, akan berfungsi secara efektif dan efisien, demikian juga sebaliknya. Oleh karena itu, berolahraga secara teratur berarti merupakan perwujudan rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa. Dalam arti, kita senantiasa berusaha dan memposisikan diri secara proporsional dan benar.

SISTEM PEMBANGUNAN DAN PEMBINAAN OLAHRAGA

Sistem adalah suatu keseluruhan atau keutuhan yang kom¬pleks atau terorganisasi; suatu himpunan atau gabungan bagian-bagian yang membentuk keutuhan yang kompleks atau terpadu. Sistem merupakan seperangkat elemen-elemen yang saling ber¬hu¬bungan .
Pembangunan olahraga pada dasarnya merupakan suatu pelaksanaan sistem. Sebagai indikator adalah terwujudnya prestasi olahraga. Prestasi olahraga merupakan perpaduan dari berbagai aspek usaha dan kegiatan yang dicapai melalui sistem pemba¬ngun¬an. Tingkat keberhasilan pembangunan olahraga ini sangat ter¬gantung pada keefektifan kerja sistem tersebut. Makin efektif kerja sistem, maka akan makin baik kualitas yang dihasilkan, demikian juga sebaliknya.
Pembinaan dan pengembangan pada dasarnya adalah upaya pendidikan baik formal maupun non formal yang dilaksanakan secara sadar, berencana, terarah, teratur dan bertanggung jawab dalam rangka memperkenalkan, menumbuhkan, membimbing dan mengembangankan suatu dasar kepribadian yang seimbang, utuh dan selaras, dalam rangka memberikan pengetahuan dan keteram¬pilan sesuai dengan bakat, kecenderungan/keinginan serta kemam¬puan sebagai bekal untuk selanjutnya atas prakarsa sendiri me¬nambah meningkatkan dan mengembangkan dirinya, sesama maupun lingkungannya ke arah tercapainya martabat, mutu dan kemampuan manusia yang optimal dan pribadi yang mandiri (Abdul  Gafur, 1983:46)
Mengkaji sistem pembinaan olahraga di Indonesia pada hakikat¬nya adalah mengkaji upaya pembinaan Sumber Daya Insani Indonesia. Dengan kata lain, upaya pembinaan ini tidak dapat dipisahkan dari upaya-upaya pembentukan manusia Indonesia seutuhnya.
Harre, Ed. (1982: 21) mengemukakan bahwa pembinaan olahraga yang dilakukan secara sistematik, tekun dan berkelan¬jutan, diharapkan akan dapat mencapai prestasi yang bermakna. Proses pembinaan memerlukan waktu yang lama, yakni mulai dari masa kanak-kanak atau usia dini hingga anak mencapai tingkat efisiensi kompetisi yang tertinggi. Pembinaan dimulai dari program umum mengenai latihan dasar mengarah pada pengembangan efisiensi olahraga secara komprehensif dan kemudian berlatih yang dispesialisasikan pada cabang olahraga tertentu.

A. Olahraga kompetitif
Olahraga kompetitif yang dimaksud adalah berbagai kegiatan yang diarahkan untuk mencapai prestasi olahraga yang setinggi-tingginya. Olahraga prestasi biasanya digunakan sebagai alat per¬juangan bangsa. Banyak negara yang memanfaatkan berbagai arena olahraga, seperti Olympic Games, atau Regional Games sebagai forum propaganda keunggulan bangsa dan memperlihatkan pem¬bangunan bangsa di negaranya.
Berhasilnya Indonesia meraih satu medali Perak melalui olah¬¬raga panahan pada Olympic Games di Seoul 1988 dan bebe¬rapa medali emas, perak dan perunggu melalui cabang olahraga bulutangkis dan angkat besi ternyata mampu menunjukkan kepada dunia Internasional melalui prestasi olahraga. Peristiwa menarik yang lain adalah pada Olympic Games 1956 di Melbourne, Aus¬tralia, tim sepakbola Indonesia mampu menahan tim sepakbola Rusia. Hanya setelah perpanjangan waktu, tim Indonesia menga¬lami kekalahan. Dalam Olympic Games ini Rusia akhirnya sebagai juara. Bagi negara-negara yang memikirkan kesejahteraan rakyat¬nya jauh ke depan, maka akan menempatkan olahraga pada urutan prioritas yang penting. Sejak kemerosatan prestasi olahraga Ame¬rika dan Australia di arena Olympic Games, konggres dan parlemennya turut membahas bahkan berusaha mengatur pembina¬an olahraga di negaranya masing-masing melalui rancangan undang-undang olahraga.
Penekanan pada peningkatan prestasi tidak hanya sekedar melakukan alih ketarampilan dari pelatih kepada atlet, melainkan merupakan upaya membina manusia seutuhnya.
Sistem pembangunan olahraga yang digunakan di Indonesia adalah sistem piramida, yang meliputi tiga tahap, yaitu (1) pemas¬salan; (2) pembibitan; dan (3) peningkatan prestasi.
Apabila model perencanaan ini dikaitkan dengan teori pira¬mida yang terdiri dari (1) pemassalan; (2) pembibitan; dan (3) pening¬katan prestasi, maka selanjutnya dapat dilihat dalam       Gambar 1.

Atlet Senior    Pembinaan
Prestasi    Usia pencapaian pres¬tasi puncak = pasca adolesensi

Junior lanjut
Atlet    Pembibitan    Usia spesialisasi = masa adolesensi
junior
Pemula    Pemassalan    Usia mulai berolahraga = masa kanak-kanak

Gambar 1.  Pembinaan prestasi olahraga ditinjau dari Teori Piramida, usia berlatih, tingkat atlet dan tingkat
pertumbuhan dan perkembangan atlet.

1. Pemassalan Olahraga
Pemassalan adalah mempolakan keterampilan dan kesegaran jasmani secara multilateral dan landasan spesialisasi. Pemassalan olahraga bertujuan untuk mendorong dan menggerakkan masya¬rakat agar lebih memahami dan menghayati langsung hakikat dan manfaat olahraga sebagai kebutuhan hidup, khususnya jenis olah¬raga yang bersifat mudah, murah, menarik, bermanfaat dan massal. Kaitannya dengan olahraga prestasi; tujuan pemassalan adalah melibatkan atlet sebanyak-banyaknya sebagai bagian dari upaya peningkatan prestasi olahraga.
Pemassalan olahraga merupakan dasar dari teori piramida dan sekaligus merupakan landasan dalam proses pembibitan dan peman¬duan bakat atlet.
Pemassalan olahraga berfungsi untuk menumbuhkan kese¬hatan dan kesegaran jasmani manusia Indonesia dalam rangka membangun manusia yang berkualitas dengan menjadikan olahraga sebagai bagian dari pola hidup bangsa Indonesia. Oleh karena itu, dalam pembangunan olahraga perlu selalu meningkatkan dan mem¬perluas pemassalan di kalangan bangsa Indonesia dalam upaya membangun kesehatan dan kesegaran jasmani, mental dan rokhani masyarakat serta membentuk watak dan kepribadian, displin dan sportivitas yang tinggi, yang merupakan bagian dari upaya pening¬katan kualitas manusia Indonesia. Pemassalan dapat pula berfungsi sebagai wahana dalam penelusuran bibit-bibit untuk membentuk atlet berprestasi.
Memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyara¬kat merupakan bentuk upaya dalam melakukan pemassalan olah¬raga. Dalam olahraga prestasi, pemassalan seharusnya dimulai pada usia dini.
Bila dikaitkan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak, pemassalan sangat baik jika dimulai sejak masa kanak-kanak, teru¬tama pada akhir masa kanak-kanak (6-12 tahun). Pada masa ini merupakan tahap perkembangan keterampilan gerak dasar.

2. Pembibitan Atlet
Pembibitan atlet adalah upaya mencari dan menemukan indi¬vidu-individu yang memiliki potensi untuk mencapai prestasi olah¬raga di kemudian hari, sebagai langkah atau tahap lanjutan dari pemassalan olahraga.
Pembibitan yang dimaksud adalah menyemaikan bibit, bukan mencari bibit. Ibaratnya seorang petani yang akan menanam padi, ia tidak membawa cangkul mencari bibit ke hutan, tetapi melaku¬kan penyemaian bibit atau membuat bibit dengan cara tertentu, misalnya dengan memetak sebidang tanah sebagai tempat pem¬buatan bibit yang akan ditanam.
Pembibian dapat dilakukan dengan melaksanakan identifikasi bakat (Talent Identification), kemudian dilanjutkan dengan tahap pengembangan bakat (Talent Development). Dengan cara demi¬kian, maka proses pembibitan diharapkan akan lebih baik.
Ditinjau dari sudut pertumbuhan dan perkembangan gerak anak, merupakan kelanjutan dari akhir masa kanak-kanak, yaitu masa adolesensi.
Pelaksanaan pembibitan atlet ini menjadi tanggung jawab pengelola olahraga pada tingkat eksekutif-taktik dan sekaligus bertanggung jawab pada pembinaan di tingkat di bawahnya, yaitu pada tahap pemassalan olahraga. Di sini disusun program yang mampu memunculkan bibit-bibit, baik di tingkat kotamadya/kabu¬paten maupun di tingkat propinsi. Adanya kejuaraan-kejuaraan yang teratur merupakan salah satu cara untuk merangsang dan memacu munculnya atlet-atlet agar berlatih lebih giat dalam upaya meningkatkan prestasinya.

3. Peningkatan Prestasi
Prestasi olahraga merupakan puncak penampilan atlet yang dicapai dalam suatu pertandingan atau perlombaan, setelah melalui berbagai macam latihan maupun uji coba. Pertandingan/per¬lom¬baan tersebut dilakukan secara periodik dan dalam waktu tertentu.
Pencapaian prestasi yang setinggi-tingginya merupakan pun¬cak dari segala proses pembinaan, baik melalui pemassalan mau¬pun pembibitan.
Dari hasil proses pembibitan akan dipilih atlet yang makin menampakkan prestasi olahraga yang dibina. Di sini peran penge¬lola olahraga tingkat politik-strategik bertanggung jawab membina atlet-etlet ini yang memiliki kualitas prestasi tingkat nasional.
Para pengelola olahraga tingkat politik-strategik pada dasar¬nya bertanggung jawab terhadap sistem pembangunan olahraga secara keseluruhan.
Oleh karena itu, pengorganisasian program pembinaan jangka panjang dapat dikemukakan bahwa (1) masa kanak-kanak berisi program latihan pemula (junior awal) yang merupakan usia mulai berolahraga dalam tahap pemassalan; (2) masa adolesensi berisi program latihan junior lanjut yang merupakan usia spesialisasi dalam tahap pembibitan; dan (3) masa pasca adolesensi berisi program latihan senior yang merupakan usia pencapaian prestasi puncak dalam tahap pembinaan prestasi.

B. Olahraga Non Kompetitif
Pembangunan olahraga termasuk suatu usaha untuk mem¬bentuk manusia dalam totalitasnya, baik jasmaniah maupun rokhaniah, sehingga melalui olahraga dapat memberikan sumbang¬an dharma baktinya bagi pembangunan bangsa.
Suatu negara yang ingin membangun bangsa yang sehat, kuat dan segar, maka perlu menyusun dan melaksanakan suatu sistem pembangunan olahraga secara menyeluruh yang melibatkan seluruh masyarakat Indonesia. Pembangunan bangsa tidak akan lengkap atau sempurna tanpa pembangunan olahraga, karena aktivitas gerak manusia merupakan modal dasar aktivitas manusia dalam pem¬bangunan.
Oleh karena pembangunan bangsa dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia dan pembangunan seluruh masya¬rakat Indonesia, maka pembangunan olahraga dilaksanakan untuk mencapai keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara per¬tumbuhan fisik-biologis dan pertumbuhan mental spiritual, antara kemajuan lahiriah dan kepuasan batiniah.
Adapun pembangunan olahraga yang bersifat non kompetitif dapat diarahkan dalam rangka upaya-upaya sebagai berikut:

1. Pendidikan Bangsa
Olahraga dapat mengembangkan dan membangun kepriba¬dian, watak, budi pekerti luhur dan moral tinggi serta inisatif. Karena penyelenggaraan pembinaan olahraga bagi individu dan masyarakat ini, mengandung pendidikan yang positif.

2. Persatuan dan Kesatuan Nasional.
Olahraga dapat menghilangkan rasa kedaerahan dan ke¬sukuan serta mempertebal rasa persatuan dan kesatuan Nasional. Hal ini dapat terlihat pada pertandingan-pertandingan atau kejuara¬an-kejuaraan olahraga seperti, Pekan Olahraga Nasional (PON), pertandingan-pertandingan antar negara, dan lain-lain.

3. Pertahanan dan Ketahanan Nasional.
Dengan pembinaan olahraga bagi individu dan masyarakat, khususnya bagi generasi muda, antara lain meliputi pengarahan, bimbingan dan pengawasan intensif serta mengikutsertakan manusia secara aktif dalam penyelenggaraan, akan merupakan proses pendewasaan dan pengembangan kepemimpinan. Manusia yang berkepribadian tangguh, sehat jasmani dan rokhani merupa¬kan modal penting bagi pertahanan dan ketahanan Nasional.

4. Rekreasi.
Dalam kehidupan moderen dengan kemajuan ilmu dan teknologi mutakhir, gerak manusia berkurang, maka untuk meme¬lihara keseimbangan hidup manusia, kegiatan olahraga yang bersifat rekreatif sangat dibutuhkan.

MEMBERDAYAKAN POTENSI BANGSA DALAM UPAYA PEMBANGUNAN OLAHRAGA

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi seba¬gai Daerah Otonom dinyatakan bahwa kewenangan pemerintah pusat dalam bidang olahraga adalah sebagai berikut:
(1)    Pemberian dukungan untuk pembangunan sarana dan prasarana olahraga;
(2)    Penetapan pedoman pemberdayaan masyarakat olahraga; dan
(3)    Penetapan kebijakan dalam penentuan kegiatan-kegiatan olah¬raga nasional/internasional.
Untuk itu, berdasarkan wilayah atau daerah, selebihnya men¬jadi kewenangan daerah (terutama kota/kabupaten). Implikasinya adalah pemerintah daerah (propinsi/kota/kabupaten) memiliki keleluasaan dalam menentukan kebijakan dalam pembangunan olahraga di wilayah/daerahnya sesuai dengan kewenangannya, tanpa mengabaikan kebijakan pembangunan olahraga secara nasional.
Agar dalam merumuskan kebijakan pembangunan olahraga dapat dilakukan dengan baik, maka perlu memperhatikan kondisi dan potensi daerah yang ada. Khususnya dalam pembinaan olah¬raga prestasi harus dilakukan kajian dengan cermat.
Setelah kebijakan pembangunan olahraga dirumuskan, maka langkah selanjutnya adalah menggali dan menggalang potensi di daerah/masyarakat agar pembinaan olahraga tersebut secara opera¬sional dapat dilakukan dengan baik.
Pembangunan olahraga bukan hanya tanggung jawab insan-insan olahraga, tetapi juga merupakan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat. Pembangunan olahraga bukan hanya tanggung jawab pelatih dan atlet, melainkan tanggung jawab bangsa Indo¬nesia secara keseluruhan.
Ada beberapa hal yang perlu dilakukan kaitannya dengan pembangunan  olahraga di Indonesia, yaitu (1) olahraga dijadikan gerakan nasional (national movement); (2) perlunya undang-undang keolahragaan; dan (3) perlunya sistem perencanaan pro¬gram yang berkesinambungan dan terpadu.

A. Olahraga Dijadikan Gerakan Nasional (National Movement)
Kondisi pembinaan dewasa ini tampaknya masih belum menyentuh sampai lapisan bawah, yaitu kurang mengakar. Oleh karena itu perlu adanya upaya-upaya pembenahan.
Tak ada salahnya bila kita mengkaji dari pengalaman bidang lain yang telah berhasil di negara kita, yaitu keberhasilan gerakan nasional Keluarga Berencana (KB) yang dicanangkan mulai tahun tujuh puluhan. Kalau kita perhatikan gerakan KB waktu itu, menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Berkat komitmen dan usaha yang keras, maka KB sekarang ini bukan hanya disadari pentingnya bagi pembinaan keluarga, melainkan menjadi kebutuh¬an individu dan keluarga di masyrarakat. Bahkan sekarang ini di tingkat RW telah ada sebuah lembaga, yaitu Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu).
Belajar dari pengalaman gerakan nasional KB, tampaknya tidaklah berlebihan apabila pembangunan olahraga di Indonesia dijadikan sebagai gerakan nasional yang benar-benar mengakar sampai ke lapisan bawah. Dalam hal ini upaya memasyarakatkan olahraga dan menngolahragakan masyarakat dilakukan dengan membentuk wadah pembinaan atau organisasi sampai tingkat Kecamatan (misalnya, KONI tingkat Kecamatan).
Sebagai pertimbangan mengenai perlunya KONI tingkat kecamatan adalah karena ada beberapa potensi yang dapat dikem¬bangkan dan dilibatkan. Hampir di setiap kecamatan memiliki SD, SMTP dan/atau SMTA. Kondisi ini memungkinkan untuk mem¬bentuk suatu wadah pembinaan olahraga, minimal membentuk klub olahraga. Bersama-sama dengan tokoh lain, guru-guru pendidikan jasmani yang ada dapat dilibatkan dan difungsikan sebagai pelatih, sedangkan para siswa dapat dilibatkan sebagai atlet.
Dalam kenyataannya bahwa munculnya bibit-bibit unggul yang selama ini terjadi ditemukan di kampung-kampung yang ter¬bukti telah menghasilkan atlet-atlet tangguh di cabangnya masing-masing, misalnya Icuk Sugiarto, Joko Supriyanto, Sumardi, Yayuk Basuki dan lain-lain. Hal ini dapat dijadikan pertimbangan dalam memayungi dan mewadahi munculnya bibit-bibit melalui lembaga atau organisasi olahraga, setidak-tidaknya di tingkat kecamatan.
Organisasi/lembaga olahraga di tingkat kecamatan ini teru¬tama berupaya menumbuhkan dan mengelola klub-klub olahraga yang memiliki potensi untuk dikembangkan. Hal ini didasarkan bahwa keberadaan klub-klub olahraga di Indonesia telah muncul beberapa puluh tahun yang lalu.
Klub olahraga ini bermunculan di berbagai tempat. Hampir semua cabang olahraga menyandarkan pembinaannya bersumber dari aktivitas hasil klub sebagai landasan awal. Dalam kenyataan¬nya, masyarakat olahraga membutuhkan wadah ini sebagai tempat untuk berlatih dan membina atlet. Namun penanganan yang tepat agar klub tersebut dapat hidup dalam suasana yang kondusif masih belum optimal.
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, bahwa populasi anak usia SD dan SMTP cukup besar jumlahnya. Oleh karena itu, keberadaan klub-klub olahraga sangat strategis sebagai upaya menampung minat yang berada di lingkungan mereka. Dan klub ini tidak akan kekurangan peserta. Perlunya wadah dan lembaga olahraga tingkat kecamatan ini, tampaknya sangat memungkinkan untuk ditangani, terutama dalam upaya pemassalan dan pembibitan.

B. Perlunya Undang-Undang Keolahragaan
Kebutuhan akan adanya undang-undang tentang keolahraga¬an dirasakan sangat mendesak. Hal ini disebabkan karena pembina¬an ataupun pembangunan olahraga pada dasarnya merupakan suatu sistem. Oleh karena sistem melibatkan berbagai unsur yang bersifat koordinatif dan terpadu, maka diperlukan adanya pengaturan.
Ada beberapa pertimbangan utama mengenai perlunya undang-undang keolahragaan, yaitu:
1.    Bahwa pembinaan dan pembangunan olahraga merupakan bagian penting dari pembangunan manusia seutuhnya. Dalam kenyataannya penanganan pembinaan olahraga di Indonesia belum mendapat penanganan secara proporsional.
2.    Berbagai masalah yang selama ini muncul, misalnya pemba¬ngu¬nan sarana dan prasarana di lingkungan pendidikan, masya¬rakat maupun lingkungan industri akan sangat efektif apabila diatur dalam undang-undang.
3.    Pembinaan olahraga, baik melalui pemassalan, pembibitan, mau¬pun peningkatan presitasi, makin lama mengalami perkem¬bangan yang makin padat dan memerlukan pengelolaan yang efektif dan efisien. Di samping itu, kewenangan dalam penge¬lolaannya juga memerlukan peraturan yang jelas.
4.    Secara umum bahwa perkembangan olahraga bersifat universal tidak dapat lepas dari perkembangan olahraga internasional. Indonesia sebagai salah satu bangsa yang menyadari akan pentingnya olahraga bagi kehidupan bangsa, maka perlu adanya pengaturan untuk menjamin terlaksananya pembangunan olah¬raga yang didasarkan pada ketentuan dan peraturan yang berupa legalitas hukum atau undang-undang.
5.    Hampir semua lembaga maupun individu merasa berhak, ber¬wenang dan bebas mengurus olahraga di Indonesia, sehingga sering terjadi tumpang tindih dan sering kali terjadi peng¬hamburan dana yang sasarannya tergantung pada si pemberi dana.
Pentingnya undang-undang olahraga ini telah ditunjukkan tingkat keefektivan dan keefisienannya oleh negara-negara maju, seperti Amerika dan Australia.

C. Perlunya Sistem Perencanaan dan Pelaksanaan Program Yang Berkesinambungan dan Terpadu
Idealnya pembangunan olahraga di Indonesia dikelola oleh sebuah departemen yang memiliki struktur organisasi sampai ke tingkat bawah. Selama ini pembangunan olahraga ditangani oleh Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga, Departemen Pendi¬dikan Nasional, Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), dan Badan Pembina Olahraga Profesional Indonesia (BAPOPI). Per¬soalannya adalah bagaimana program dari masing-masing lembaga tersebut dapat dijalankan dengan baik, dan tidak terjadi tumpang tindih.
Keefektivan suatu sistem pembangunan olahraga sangat ter¬gantung pada sistem perencanaan. Dalam arti bahwa perencanaan suatu sistem merupakan suatu proses mempersiapkan hal-hal yang akan dikerjakan pada waktu yang akan datang untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Oleh karena itu, perencanaan sistem pembangunan olahraga yang matang sangat diperlukan.
Perencanaan pembangunan olahraga seharusnya dipandang sebagai suatu alat yang dapat membantu para pengelola pemba¬ngunan untuk menjadi lebih berdaya guna dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Perencanaan dapat membantu pencapaian suatu target atau sasaran secara lebih ekonomis, tepat waktu dan memberi peluang untuk lebih mudah dikontrol dan dimonitor dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu, perencanaan program yang sistematis dan sistemik, akan menjadikan program tersebut runtut, terpadu dan berkesinambungan.

UPAYA MENGGALI DAN MENGGALANG POTENSI MASYARAKAT

A.    Menjadikan Olahraga sebagai Wahana Pembangunan Daerah
Kita telah menyaksikan penyelenggaraan PON XVI (2-14 September 2004) di Palembang yang lalu, Sumatera Selatan. Semula banyak orang meragukan akan keberhasilan penyeleng¬garaan PON tersebut, ternyata dengan PON Palembang di samping telah mampu menyelenggarakan PON dengan baik, Palembang juga telah mampu mengembangkan atau membuat kota baru di Jaka bareng dengan fasilitas olahraga (stadion, GOR, dan fasilitas olahraga lain) yang bertempat di lahan baru dengan disertai pembangunan perumahan yang relatif indah dan nyaman.
Keberhasilan ini antara lain dilatar-belakangi adanya kebi¬jakan pemerintah setempat untuk menyelenggarakan PON tersebut. Penyelenggaraan PON tersebut secara tidak langsung telah mem¬promosikan kota Palembang ke seluruh Indonesia. Hal serupa juga terjadi pada PON XV Tahun 2000 di Surabaya, Jawa Timur, yang telah terselenggara dengan sukses.

B. Pembinaan Olahraga Desentralisasi
Penyelenggaraan pemusatan latihan (Training Centre) selama ini bukan berarti tanpa hambatan. Hambatan utama yang dihadapi adalah mereka harus berpindah tempat ke Jakarta (jika TC diseleng¬garakan di Jakarta) dalam waktu yang relatif lama. Dengan kepindahan ini tentu akan menyulitkan bagi atlet yang masih sekolah/kuliah maupun yang sudah bekerja.
Untuk cabang-cabang olahraga tertentu terutama untuk olah¬raga individual, tampaknya dapat dilakukan di daerah tanpa harus berlatih ke Jakarta. Di sisi lain tentunya juga tidak mudah untuk melaksanakan konsep desntralisasi ini. Desentralisasi dapat dilaku¬kan jika sistem pembinaan olahraga kita sudah mantap dan merata. Paling tidak kemantapan dalam hal kepelatihan dan sarana dan prasarana. Kualitas kepelatihan ini ditandai dengan adanya tingkat kualitas pelatih yang tinggi baik dari segi fisik, teknik, strategi dan taktik maupun mental yang tertuang dalam program latihan yang applicable.

C. Menggalang Dana Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda)
Pembinaan olahraga tidak dapat dilepaskan dengan kebu¬tuh¬an dana. Pembinaan olahraga bukan hanya tanggung jawab insan-insan olahraga, tetapi juga merupakan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat.
Untuk memperoleh dana, guna mendukung suksesnya penye¬leng¬garaan pembinaan olahraga diperlukan berbagai upaya, antara lain dapat dilakukan misalnya “Bulan Dana Olahraga” yang didasari dengan suatu kebijakan dari pemerintah kota/kabupaten seperti Perda, atau melaui bentuk lain, seperti sponsor.

PENUTUP

Pada hakikatnya pembangunan olahraga tidak dapat dipisah¬kan dari kehidupan dan sekaligus merupakan kebutuhan manusia. Oleh karena itu, pembangunan olahraga merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dari pembinaan dan pembangunan bangsa dalam rangka peningkatan kualitas Sumber Daya Insani, terutama diarahkan pada peningkatan kesehatan jasmani dan rohani, serta ditujuan untuk membentuk watak dan kepribadian yang memiliki displin dan sportivitas yang tinggi. Di samping itu, pembangunan olahraga juga dijadikan sebagai alat untuk memperlihatkan eksistensi bangsa melalui pembinaan prestasi yang setinggi-tingginya.
Untuk melaksanakan pembangunan olahraga, perlu melaku¬kan berbagai upaya penggalangan dan penggalian terhadap potensi yang ada, baik dalam bidang sistem pembinaan, lembaga/organi¬sasi, maupun adanya landasan hukum yang digunakan sebagai dasar pembangunan keolahragaan. Untuk mewujudkan tercapainya tujuan tersebut, pembangunan olahraga harus dijadikan sebagai gerakan nasional. Gerakan nasional ini perlu terus dibangun dan ditingkatkan agar lebih meluas dan merata di seluruh tanah air untuk menumbuhkan dan menciptakan budaya olahraga yang sehat.
Perlunya penyediaan sarana dan prasarana olahraga yang memadai baik di lingkungan sekolah, pekerjaan maupun pemukim¬an sehingga memungkinkan segenap lapisan warga masyarakat melakukan olahraga dan berbagai aktivitas jasmani.

Hadirin yang terhormat,

UCAPAN TERIMA KASIH

1.    Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang telah memberikan kepercayaan kepada saya dan Direktur Jenderal pendidikan Tinggi yang telah meloloskan usulan sebagai guru besar dalam bidang Ilmu Keolahragaan di FKIP UNS.
2.    Rektor yang juga Ketua Senat UNS Bapak Prof Dr. dr. H. Muhammad Syamsulhadi, SpKj., Sekretaris Senat Bapak           Prof. Dr. Sunardi, M.Sc., dan segenap anggota Senat yang telah mempromosikan dan mengusulkan serta memberi kemudahan kepada saya untuk memangku jabatan sebagai guru besar. Demikian juga kepada Dekan yang juga Ketua Senat FKIP UNS Bapak Drs. H. Trisno Martono, M.M., para Pembantu Dekan, Ketua Jurusan dan Program Studi beserta seluruh anggota Senat Fakultas yang telah mengusulkan saya sebagai guru besar di FKIP UNS.
3.    Prof. Dr. H. Abdulkadir Ateng, Prof. Dr. Hj. Toeti Sukamto, M.Pd., Prof. Dr. H. M. Yusuf Adisasmita, M.Pd., Prof. Dr. Sumitro, M.Pd. (Alm), Prof. Drs. H. Mulyono B., Dra. Sayarti Soetopo (Alm), dan H. Moch. Sahli, BcHk. Mereka semua adalah Promotor, Co-Promotor, dan Pembimbing Disertasi, Tesis, Skripsi, dan Karya Tulis yang turut memberikan sumbangan dalam mengembangkan kemampuan akademik saya.
4.    Segenap guru-guru saya sejak Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Madrasah Ibtidaiyah, SMP, Madrasah Tsanawiyah, SMA, Madrasah Aliyah, hingga Perguruan Tinggi yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu, mereka telah ikut meletakkan dasar-dasar kepercayaan pentingnya menuntut ilmu sehingga turut andil membentuk kemampuan akademik saya.
5.    Para sesepuh dan senior yang telah banyak memberikan nasehat, arahan, dan memberikan dorongan, antara lain adalah: Bapak Drs. Supiarto (Alm), Prof. Drs. H. Sukiyo, Prof. Drs. Sumarno (Alm), Prof. Drs. H. Mulyono B., Prof. Drs. Soedar¬minto, Prof. Dr. Sugiyanto, Prof. Dr. Sudjarwo, Prof. Drs. H. Moch. Sholeh Y.A. Ichrom, M.A., Ph.D., Prof. Dra. Hj. War¬kitri, Drs. Danarto (Alm), Drs. Soekatamsi dan Dra. Srihati Waryati, Drs. Bambang Soetedjo, dan juga senior saya Drs. H. Trisno Martono, M.M. Demikian juga para senior dan teman-teman sejawat kerja di Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan FKIP UNS yang telah memberikan kesempatan, dorongan dan semangat untuk bekerja dengan baik. Teman-teman di lingkungan Yayasan Perguruan Al-Islam dan Yayasan Majelis Pengajian Islam Surakarta beserta unit-unit amal usahanya. Para senior dan teman-teman di lingkungan PP. PERPANI, KONI Sala, yaitu Bapak Haposan Panggabean, SE., Bapak H. Udi Harsono, Bapak RB. Didik Sukardi (Alm), dan lain-lain. Para sahabat saya antara lain Dr. dr. H. Muchsin Doewes, MARS., Drs. H. Munawir Yusuf, M.Psi., Drs. Sugi¬harto, M.Kes., Drs. H. Agus Margono, M.Kes, Drs. Bambang Wijanarko, M. Kes., dan lain-lain.
6.    Para sesepuh dan Kiai, terutama KH. Syaebani (Alm), Ibu Hj. Siti Aminah Abdullah, Abdullah Ghzali (Alm), KH. Amin Ghozali, KH. Drs. Anwar Sholeh, M.Hum., KH. Solehan MC., KH. Moch. Djufri, KH. Drs. Mudjahid AM., M.Pd. dan lain-lain, mereka telah turut mendidik dan membetuk aqidah saya sebagai landasan dalam mengarungi kehidupan.
7.    Keluarga Bani Poredjo Abdul Ghoni khususnya Keluarga Mbah Marto Widjojo, keluarga Bani Dimyati, keluarga Ibu Hj. M. Asngat, dan keluarga H. Sangadi (Alm).
8.    Kedua orang tua saya Bapak Syarengat (Alm) dan Ibu Hj. Daryati, yang dengan kesederhanaan dan kasih sayangnya telah mengasuh, mendidik, dan membesarkan saya. Yang mengesan¬kan hingga kini adalah setelah saya pulang dari Jakarta melaksanakan Ujian Terbuka untuk promosi gelar doktor antara lain beliau berpesan: “Golek ilmu apa wae kuwi keno, ananging tujuane sing apik” (Mencari ilmu apa saja itu boleh, tetapi untuk tujuan yang baik). Ternyata itu merupakan pesan terakhir karena esok harinya beliau meninggal dunia. Kepada mertua Bapak H. M. Wachied dan Ibu Hj. Nurul Jannah yang selalu mendoakan secara tulus ikhlas sejak kami berumah tangga dan selalu memberikan dorongan dan nasehat untuk kebahagiaan saya sekeluarga.
9.    Kepada adik kandung saya (Drs. M. Rohimullah H. beserta keluarga) serta saudara ipar saya (Ir. H. Munawir, Hj. Farah Dina, Ahmad Yahya, Amalia, Drs. Luqman Hakim, Maria Ulfah, dan Rahmi Clara Sari, S.Pd.), yang telah memberikan dukungan, dorongan, dan do’a sehingga saya dapat memangku jabatan guru besar ini.
10.    Isteri tercinta Dra. Hj. Sarah Dahlia dan ananda tersayang Rafid Cahyadi yang telah banyak berkurban terutama selama saya menempuh studi di Program Pascasarjana IKIP Jakarta maupun selama bertugas di luar kampus, dengan segala do’a, penger¬tian, ketulusan, dan kesabarannya telah mendorong dan mem¬beri semangat kepada saya mencapai jabatan akademik ter¬tinggi ini. Dengan itu semua, semoga Allah SWT. menjadikan kami keluarga sakinah, mawaddah war rahmah.

Terima kasih atas perhatiannya dan mohon maaf atas segala kekurangannya. Semoga Allah SWT. selalu memberikan petunjuk dan bimbingan kepada kita semua. Amin.

Billahit taufiq wal hidayah, Wassalamu ‘Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Anonim (1994). “Prospek Perkembangan Bioteknologi Modern”. Kompas, Minggu, 28 Agustus 1994. Halaman 11.
A. Setiono Mangoenprasodjo (2005). Olahraga Tanpa Terpaksa. (Yogyakarta: Think Fresh).
Ateng, Abdulkadir (1993). “Keefektifan Model Pemassalan dan Kontribusinya terhadap Usaha Pencapaian Prestasi Olahraga Empat Besar Asia Tahun 2002”, dalam Majalah Spirit No. 57, Oktober 1993. Jakarta: KONI Pusat.
____________________  Pendidikan Olahraga. Jakarta: IKIP Jakarta.
Burke, Edmund R., Ed. (1998). Precision Heart Rate Training: For Maximum Fitness and Performance. (Champaign: Human Kinetics Publishers, Inc.).
Cooper, Kenneth H. (2004). Sehat Tanpa Obat: Empat Langkah Revolusi Antioksidan yang Mengubah Hiodup Anda. Terjemahan Marlia Singgih Wibowo (Bandung: Kaifa).
Enoch, Jusuf (1992). Dasar-dasar Perencanaan Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Gafur, Abdul (1983). Olahraga Unsur Pembinaan Bangsa dan Pembangunan Negara. Jakarta: Kantor Menpora.
Harrow, A.J. (1977). A Taxonomy of The Psychomotor Domain: A Guide for Developing Behavioral Objectives. New York: David McKay Company, Inc.
Kaufman, Roger (1991). Strategic Planning Plus. Tallahassee, Florida: Scott Foresman Professional Books.
Kuntaraf, Jonathan and Kuntaraf, Kathleen L. (2003). Olahraga Sumber Kesehatan. (Bandung: Percetakan Advent Indonesia).
M. Furqon H. (1994). Menggalang Potensi Bangsa Salah Satu Usaha Untuk Mencapai Prestasi Olahraga Yang Membanggakan. Makalah diajukan dalam Rangka Lomba Karya Tulis Ilmiah Inovatif Keolahragaan HAORNAS XI/1994 (Juara I Kelompok Umum).
____________(1997). “SEA Games dan Prestasi Olahraga Kita”, Harian REPUBLIKA, Sabtu 11 Oktober 1997, halaman 8.
____________(2000). “Profil Kesegaran Jasmani Guru Pendidikan Jasmani Sekolah dasar di Indonesia”. Paedagogia FKIP UNS, Jilid VI No. 1 Februari 2003.
___________ (2003). Teknik Pemanduan Bakat Olahraga. (Jakarta: Direktorat Oahraga Pelajar dan Mahasiswa Depdiknas).
M. Furqon H. dan Muchsin Doewes, MARS. Potret dan Analisis Keberbakatan Olahraga Anak Sala dengan Metode Sport Search. Disampaikan dalam Desiminasi “Pemanduan Bakat dan Pembinaan Olahraga Usia Dini  & Terapi Cidera Olahraga” di Hotel Sahid Raya Jl. Gajah Mada Surakarta tanggal 05 Pebruari 2000.
M. Furqon H. dan S. Kunto P. (2004). Kesegaran Jasmani Anak Usia 11-17 Tahun. (Surakarta: JPOK FKIP UNS).
Neilson, N.P. (1978). Concepts and Objectives In The Movement Arts and Sciences. New York: Vantage Press, Inc.
Niemen, David C. (1993). Fitness and Your Health. (California: Bull Publishing Company).
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom.
Siregar, M.F. (1994). “Dunia Olahraga Indonesia Perlu Ditata Kembali”, dalam Harian Kompas 10 Pebruari 1994.
___________ (1978). “Peranan Olahraga dalam Pembangunan Bangsa”. Majalah Prisma, No. 4 Mei 1978 Tahun VII.
Snowdown, Les and Humphereys, Maggie (2004). The Walking Diet. (Mumbai: Orient Paperbacks).
Soeworo (1978). “Kedudukan Politik dalam Olahraga”. Majalah Prisma, No. 4 Mei 1978 Tahun VII.
Starnes, Joseph W. (1994). “Introduction to Respiratory Control in Skeletal Muscle”. Medicine and Science in Sports and Exercise of Journal of The ACSM Vol. 26, No. 1. Jan. 1994.
Tjiptoherijanto, Priyono (1989). Pengembangan Sumber Daya Insani. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

1 Comments

  • Mega Setiani
    Posted 26 May 2018 2:43 am 0Likes

    terima kasih atas informasinya

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.