Skip to content Skip to footer

MANAJEMEN LABA DAN MANFAAT KUALITAS LABA DALAM KEPUTUSAN INVESTASI

Oleh
Prof. Dr. Bambang Sutopo, M. Com., Ak.

Yang saya hormati:

Rektor/Ketua Senat, Sekretaris Senat, dan Anggota Senat Universitas Sebelas Maret,
Para    Anggota Dewan Penyantun Universitas Sebelas Maret,
Para    Pejabat Sipil dan Militer,
Para    Pembantu Rektor, Dekan, Pembantu Dekan, dan Direktur serta Asisten Direktur Program Pascasarjana
Para    Ketua Lembaga, Sekretaris Lembaga, Kepala Biro, Kepala UPT, dan seluruh pejabat di lingkungan Universitas Sebelas Maret,
Para    sejawat dosen dan staf administrasi, mahasiswa, tamu undangan, serta segenap hadirin.

Assalamu ’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala kenikmatan kepada kita semua sehingga kita dapat berkumpul di ruang Sidang Senat Terbuka Universitas Sebelas Maret ini. Pada kesempatan ini, perkenankanlah saya menyampaikan pidato pengukuhan Guru Besar yang saya beri judul ”Manajemen Laba dan Manfaat Kualitas Laba dalam Keputusan Investasi”.

Hadirin yang saya hormati,
Informasi keuangan yang berkualitas merupakan informasi penting dalam pengambilan keputusan ekonomi atau investasi. Dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (1994) dinyata¬kan bahwa tujuan pelaporan keuangan adalah menyediakan informasi yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan ekonomi. Agar bermanfaat, laporan keuangan perlu memiliki karakteristik sebagai laporan keuangan yang berkualitas.

Meskipun kebermanfaatan informasi keuangan mensyarat¬kan kualitas, hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa ternyata informasi keuangan atau informasi akuntansi tidak selalu berkualitas. Topik pidato pengukuhan ini membahas kualitas informasi akuntansi dengan fokus informasi laba yang merupakan informasi penting dalam keputusan investasi. Pembahasan diawali dengan pengertian kualitas laba (earnings quality) dan manfaat kualitas dalam pengambilan keputusan investasi, kemudian dilanjutkan dengan pembahasan tentang manajemen laba dan alternatif solusi dalam mengatasi masalah yang dapat terjadi akibat manajemen laba.

Kualitas laba, menurut Schipper dan Vincent (2003), menunjukkan tingkat kedekatan laba yang dilaporkan dengan Hicksian income, yang merupakan laba ekonomik yaitu jumlah yang dapat dikonsumsi dalam satu perioda dengan menjaga kemampuan perusahaan pada awal dan akhir perioda tetap sama. Sesuai dengan Schipper dan Vincent, kualitas laba akuntansi ditunjukkan oleh ”kedekatan atau korelasi antara laba akuntansi dan laba ekonomik” (Suwardjono, 2006, hlm. 463).  Demikian juga, Hodge (2003) memberikan definisi kualitas laba sebagai “the extent to which net income reported on the income statement differs from “true” (unbiased and accurate) earnings” (hlm. 37).

Dalam literatur penelitian akuntansi, terdapat berbagai pengertian kualitas laba dalam perspektif kebermanfaatan dalam pengambilan keputusan (decision usefulness). Schipper dan Vincent (2003) mengelompokkan konstruk kualitas laba dan pengukurannya berdasarkan cara menentu¬kan kualitas laba, yaitu berdasarkan: sifat runtun-waktu dari laba, karakteristik kualitatif dalam rerangka konseptual, hubungan laba-kas-akrual, dan keputusan implementasi. Empat kelompok penentuan kualitas laba ini dapat diikhtisarkan sebagai berikut.

Pertama, berdasarkan sifat runtun-waktu laba, kualitas laba meliputi: persistensi, prediktabilitas (kemampuan prediksi), dan variabilitas. Atas dasar persistensi, laba yang berkualitas adalah laba yang persisten yaitu laba yang berkelanjutan, lebih bersifat permanen dan tidak bersifat transitori. Persistensi sebagai kualitas laba ini ditentukan berdasarkan perspektif kemanfaatannya dalam pengambilan keputusan khususnya dalam penilaian ekuitas. Kemampuan prediksi menunjukkan kapasitas laba dalam memprediksi butir informasi tertentu, misalnya laba di masa datang. Dalam hal ini, laba yang berkualitas tinggi adalah laba yang mempunyai kemampuan tinggi dalam memprediksi laba di masa datang. Berdasarkan konstruk variabilitas, laba berkualitas tinggi adalah laba yang mempunyai variabilitas relatif rendah atau laba yang smooth.

Kedua, kualitas laba didasarkan pada hubungan laba-kas-akrual yang dapat diukur dengan berbagai ukuran, yaitu: rasio kas operasi dengan laba, perubahan akrual total, estimasi abnormal/discretionary accruals (akrual abnormal/ kebijakan), dan estimasi hubungan akrual-kas. Dengan meng¬gunakan ukuran rasio kas operasi dengan laba, kualitas laba ditunjukkan oleh kedekatan laba dengan aliran kas operasi. Laba yang semakin dekat dengan aliran kas operasi mengindikasi laba yang semakin berkualitas. Dengan menggunakan ukuran perubahan akrual total, laba berkualitas adalah laba yang mempunyai perubahan akrual total kecil. Pengukuran ini mengasumsikan bahwa peru¬bahan total akrual disebabkan oleh perubahan discretionary accruals. Estimasi discretionary accruals dapat diukur secara langsung untuk menentukan kualitas laba. Semakin kecil discretionary accruals semakin tinggi kualitas laba dan sebaliknya. Selanjutnya, keeratan hubungan antara akrual dan aliran kas juga dapat digunakan untuk mengukur kualitas laba. Semakin erat hubungan antara akrual dan aliran kas, semakin tinggi kualitas laba.

Ketiga, kualitas laba dapat didasarkan pada Konsep Kualitatif Rerangka Konseptual (Financial Accounting Standards Board, FASB, 1978). Laba yang berkualitas adalah laba yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan yaitu yang memiliki karakteristik relevansi, reliabilitas, dan komparabilitas /konsistensi. Pengukuran masing-masing kriteria kualitas tersebut secara terpisah sulit atau tidak dapat dilakukan. Oleh sebab itu, dalam penelitian empiris koefisien regresi harga dan return saham pada laba (dan ukuran-ukuran terkait yang lain misalnya aliran kas) diinterpretasi sebagai ukuran kualitas laba berdasarkan karakteristik relevansi dan reliabilitas.

Keempat, kualitas laba berdasarkan keputusan imple¬men¬tasi meliputi dua pendekatan. Dalam pendekatan pertama, kualitas laba berhubungan negatif dengan banyaknya pertimbangan, estimasi, dan prediksi yang diperlukan oleh penyusun laporan keuangan. Semakin banyak estimasi yang diperlukan oleh penyusun laporan keuangan dalam meng¬implementasi standar pelaporan, semakin rendah kualitas laba, dan sebaliknya. Dalam pendekatan kedua, kualitas berhubungan negatif dengan besarnya keuntungan yang diambil oleh manajemen dalam menggunakan pertimbangan agar menyimpang dari tujuan standar (manajemen laba). Manajemen laba yang semakin besar mengindikasi kualitas laba yang semakin rendah, dan sebaliknya.

Pengertian masing-masing kualitas laba tersebut bersifat kontekstual. Dalam pembahasan berikut ini, masing-masing pengertian kualitas laba digunakan sesuai dengan konteks pembahasan.

Hadirin yang saya hormati,
Model yang menunjukkan tiga hubungan (links) yang mengkaitkan laba dan return saham (Nichols dan Wahlen, 2004) dapat digunakan untuk memperjelas manfaat informasi keuangan (dalam hal ini laba).  Link 1 (hubungan antara current period earnings dan expected future earnings) mengasumsikkan bahwa angka laba perioda sekarang  (current period earnings) menyajikan informasi yang dapat digunakan oleh pemegang saham untuk menentukan ekspektasi atas laba di masa datang (expected future earnings). Link 2 (hubungan antara expected future earnings dan expected future dividends)  mengasumsikan bahwa profitabilitas sekarang dan profitabilitas masa datang ekspektasian (current and expected future profitability) menentukan kapasitas perusahaan dalam membayar dividen di masa datang. Selanjutnya, Link 3 (hubungan antara expected future dividends dan current share price) menga¬sumsikan merefleksi nilai sekarang dari semua dividen masa datang ekspektasian. Atas dasar ketiga hubungan tersebut, dapat dilakukan pengujian bagaimana hubungan antara angka laba dan harga saham.   Keeratan hubungan antara angka laba dan harga saham menunjukkan manfaat informasi laba dalam keputusan investasi (dalam hal ini investasi saham).  Pengujian manfaat laba atau kualitas laba dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan pada satu link atau lebih dalam model tersebut dengan berbagai variasi.

Berbagai studi tentang kualitas laba dan kebermanfaatannya dalam konteks pengambilan keputusan investasi telah dilakukan.  Misalnya, Francis et al. (2004) meneliti hubungan antara atribut laba dan biaya ekuitas yang didasarkan pada model teoritis yang memprediksi hubungan positif antara kualitas informasi dan biaya ekuitas. Dalam penelitian ini, atribut laba meliputi kualitas akrual, persistensi, predik¬ta¬bilitas, smoothness, relevansi nilai, timeliness, dan konser¬vatisma, sedangkan biaya ekuitas merupakan indakator keputusan alokasi sumber dana investor. Hasil studi Francis et al. menunjukkan bahwa perusahaan dengan laba yang memiliki atribut laba yang tidak menguntungkan mempunyai biaya modal yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan yang memiliki atribut laba yang menguntungkan. Hasil penelitian Francis et al. (2004) ini menunjukkan bahwa kualitas laba mempunyai peran menurunkan biaya ekuitas. Semakin  tinggi kualitas laba, semakin rendah biaya ekuitas. Dalam analisis investasi, biaya ekuitas digunakan menentukan nilai sekarang aliran kas di masa datang. Biaya ekuitas yang semakin rendah menghasilkan nilai sekarang aliran kas di masa datang semakin tinggi, dan sebaliknya. Dalam penentuan nilai saham, semakin rendah biaya ekuitas semakin tinggi nilai saham. Sebaliknya, semakin tinggi biaya ekuitas semakin rendah harga saham.

Hasil penelitian Mikhail et al. (2003) menunjukkan bahwa pada perusahaan dengan kualitas laba tinggi, revisi ramalan analis setelah pengumuman peningkatan dividen lebih rendah dan reaksi pasar terhadap pengumuman peningkatan dividen tersebut juga lebih rendah. Hasil studi ini mengindi¬kasi bahwa jika kualitas laba tinggi maka revisi ramalan analis rendah dan investor dapat memanfaatkan revisi ramalan analis sehingga kurang memerlukan informasi peningkatan dividen.

Nichols dan Wahlen (2004) menguji dampak persistensi laba pada return saham. Hasil pengujian menunjukkan bahwa return saham berhubungan dengan peningkatan laba, dan hubungan ini lebih besar untuk perusahaan dengan per¬sistensi tinggi daripada untuk perusahaan dengan persistensi rendah. Hasil ini menunjukkan bahwa kualitas laba dapat mempengaruhi return.

Hadirin yang saya hormati,
Contoh tersebut menunjukkan manfaat kualitas laba. Untuk memenuhi tujuan penyajian informasi keuangan yaitu bermanfaat dalam pengambilan keputusan ekonomi atau investasi, seharusnya laba yang disajikan merupakan laba yang berkualitas. Namun demikian, hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa laba tidak selalu berkualitas.  Hal ini banyak ditemukan dalam literatur tentang manajemen laba sebagai yang dapat didefinisi sebagai pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer untuk mencapai tujuan tertentu (Scott, 2006).

Manajemen laba dapat terjadi karena penyusunan statemen keuangan menggunakan dasar akrual. Dengan mengguna¬kan dasar akrual, transaksi atau peristiwa lain diakui pada saat transaksi atau peristiwa lain tersebut terjadi bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau dikeluarkan. Sebagai konsekuensi penggunaan dasar akrual ini, dalam statemen keuangan, laba dalam suatu perioda dapat mengandung unsur kas dan akrual (non-kas).  Unsur akrual dapat terjadi berdasarkan kebijakan manajemen (discretionary accruals) atau non-kebijakan manajemen (nondiscretionary accruals).  Peningkatan penjualan secara kredit seiring dengan per¬tumbuhan perusahaan (tanpa perubahan kebijakan) dapat merupakan contoh nondiscretionary accruals, sedangkan perubahan biaya kerugian piutang yang disebabkan oleh perubahan kebijakan akuntansi yang dilakukan oleh manajemen dalam penentuan biaya kerugian piutang dapat dijadikan contoh discretionary accruals. Dasar akrual ini mempunyai implikasi bahwa laba akuntansi antara lain ditentukan oleh besaran akrual baik yang discretionary maupun nondiscretionary.  Penentuan discretionary accruals dengan maksud untuk menaikkan atau menurunkan laba merupakan tindakan manajemen laba (earnings manage¬ment). Hasil penelitian Yoon et al. (2006) menunjukkan bahwa dalam melakukan manajemen laba, perusahaan yang menaikkan laba cenderung menggunakan untung dari penghentian aset, sedangkan perusahaan yang menurunkan laba cenderung menggunakan biaya kerugian piutang dan rugi penghentian aset.

Manajemen laba dilakukan dengan tujuan tertentu. Misalnya, manajemen laba dilakukan (dengan menggunakan akrual yang menaikkan laba) untuk tujuan mendapatkan harga saham yang relatif tinggi pada waktu penerbitan saham. Hasil penelitian Gumanti (2001) menunjukkan bahwa ter¬dapat manajemen laba dalam statemen keuangan peru¬sahaan sebelum go public dengan mengunakan akrual yang menaikkan laba. Di samping itu, Marquardt dan Wiedman (2004) menemukan bahwa discretionary accruals adalah positif dalam tahun dilakukan secondary offerings dan manajemen menjual saham mereka.  Discretionary accruals positif tersebut lebih besar dibandingkan dengan discretionary accruals untuk kelompok sampel perusahaan yang melakukan secondary offerings tetapi manajemen tidak menjual saham mereka.

Manajemen laba dapat juga dilakukan dengan tujuan mendapatkan keuntungan terkait dengan kepemilikan saham manajemen. Hal ini dapat dilakukan, misalnya, dalam rangka program opsi saham karyawan. Dalam program ini, harga pengambilan opsi biasanya ditentukan pada saat penawaran program. Hal ini mendorong manajemen untuk melakukan manajemen laba sebelum tanggal hibah opsi yaitu menurunkan laba agar supaya mempengaruhi harga saham dan dengan demikian manajemen dapat menerima opsi pada waktu harga saham relatif rendah. Bukti empiris mendukung bahwa terdapat pengaruh proporsi opsi saham pada manajemen laba menurun sebelum tanggal hibah opsi (Asyik, 2005). Selanjutnya, Cheng dan Warfield (2005) juga menemukan tindakan manajemen laba pada perusahaan dengan insentif ekuitas tinggi (high equity incentives) dan menemukan bahwa manajemen dengan insentif ekuitas tinggi cenderung menjual saham pada tahun berikutnya.  Hasil studi ini konsisten dengan temuan Beneish dan Vargus (2002) yang menunjukkan bahwa persistensi income-increasing accrual lebih rendah jika diikuti oleh abnormal insider selling dan lebih tinggi jika diikuti oleh abnormal insider buying.  Persistensi income-increasing accrual lebih rendah jika diikuti oleh abnormal insider selling ini merupakan indikasi dilakukannya manajemen laba oportunistik untuk mendapat¬kan keuntungan dari pembelian atau penjualan saham.

Manajemen laba juga dapat dilakukan untuk tujuan-tujuan tertentu yang lain, misalnya dalam rangka mendapatkan bonus berbasis laba, untuk menghindari pelanggaran kontrak utang, dan menghindari biaya politis (political cost) pada waktu perusahaan mendapat laba yang tinggi. Di samping itu, manajemen laba khususnya dalam pola perataan laba juga dapat dilakukan dengan tujuan untuk mengkomunikasi¬kan informasi privat (private information) secara efisien, misalnya dalam studi studi Tucker dan Zarowin (2006).

Hadirin yang saya hormati,
Manajemen laba mempunyai dampak pada kebermanfaatan informasi laba dalam pengambilan keputusan. Gietzmann dan Ireland (2005) menemukan bahwa perusahaan yang menggunakan kebijakan akuntansi agresif (positive discre¬tionary accruals) mempunyai biaya modal lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang menerapkan kebijakan akuntansi konservatif (negative discretionary accruals) konsisten dengan temuan Gietzmann dan Ireland, dengan hasil penelitian Utami (2006) menunjukkan pengaruh positif manajemen laba pada biaya modal ekuitas, semakin tinggi manajemen laba semakin  tinggi biaya ekuitas. Selanjutnya, Marquardt dan Wiedman (2004) menemukan bahwa rele¬vansi nilai dari laba menurun pada waktu terjadi manaje¬men laba. Hasil studi Richardson (2003) menunjuk¬kan bahwa short sellers tidak dilakukan atas dasar informasi dalam akrual tinggi yang dapat menghasilkan keuntungan dari return mendatang rendah yang dapat diprediksi.  Di samping itu, Chan et al. (2006) menemukan bahwa pening¬katan laba yang disertai akrual tinggi mengindikasi laba berkualitas rendah dan berhubungan dengan return rendah di masa datang. Hanlon (2005) antara lain menemukan bahwa investor menilai terlalu tinggi persistensi komponen akrual dari laba pada perusahaan dengan perbedaan laba akun¬tansi-pajak negatif besar (yaitu laba akuntansi lebih kecil daripada laba menurut pajak, yang merupakan indikator manajemen laba). Temuan-temuan penelitian ini menunjuk¬kan bahwa manajemen laba tidak atau kurang sesuai dengan tujuan kebermanfaatan informasi keuangan (dalam hal ini informasi laba) dalam pengambilan keputusan.

Berbeda dengan temuan-temuan tersebut, Tucker dan Zarowin (2006) mendapatkan bukti bahwa perataan laba (sebagai salah satu pola manajemen laba) meningkatkan keinformasian laba masa lalu dan laba sekarang tentang laba dan aliran kas di masa datang. Temuan ini diperoleh dengan menguji future earnings response coefficient (FERC), yaitu asosiasi antara return saham tahun sekarang dan laba (serta aliran kas) masa datang untuk perusahaan dengan tingkat perataan yang berbeda. Temuan ini mengin¬dikasi bahwa manajemen laba dapat digunakan untuk meningkatkan kebermanfaatan informasi laba dalam pengambilan keputusan.

Hadirin yang saya hormati,

Manajemen laba dapat sinkron dengan kebermanfaatan informasi laba dalam pengambilan keputusan tetapi dapat juga tidak. Oleh sebab itu, diperlukan berbagai alternatif solusi atas masalah yang timbul akibat manajemen laba yang dapat tidak sesuai dengan kebermanfaatn laba dalam pengambilan keputusan, dan solusi tersebut tidak menimbul¬kan masalah baru.

Salah satu alternatif adalah pemberlakuan standar akuntansi yang lebih ketat tetapi masih memberi peluang bagi manajemen dalam melakukan pemilihan kebijakan akuntansi dalam batas wajar untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, misalnya untuk mengkomunikasikan informasi privat yang dapat meningkatkan keinformasian laba, atau untuk tujuan efficient contracting berbasis laba. Standar akuntansi yang lebih ketat dapat meningkatkan kualitas laba, tetapi perlu diperhatikan bahwa standar akuntansi yang lebih atau terlalu ketat dapat meningkatkan manajemen laba total (manajemen laba akuntansi dan manajemen laba real) serta  meningkat¬kan biaya manajemen laba karena standar akuntansi hanya mampu mencegah manajemen laba akuntansi bukan manajemen laba real, dan manajemen laba tetap dilakukan jika terdapat tujuan tertentu yang harus dicapai dengan manajemen laba tersebut (Ewert dan Wagenhover, 2005).

Di samping itu, untuk mencegah manajemen laba yang berlebihan, penerapan good corporate governance (GCG) diperlukan. Struktur corporate governance yang baik dapat mengurangi manajemen laba. Lee et al. (2007) menemukan bahwa manajemen laba berhubungan positif dengan keter¬kaitan organisasional (manajemen laba cenderung terjadi pada perusahaan dengan keterkaitan organisasional tinggi). Manajemen laba tersebut berkurang pada perusahaan dengan keterkaitan organisasional tinggi yang disertai proporsi direksi eksternal yang besar dan kepemilikan ekuitas institusional yang tinggi (struktur corporate governance relatif baik). Penerapan GCG memungkinkan keputusan-keputusan operasional yang relatif baik, misalnya pemilihan auditor sesuai dengan spesialisasi auditor dalam industri yang diaudit. Balsam et al. (2003) menemukan bahwa perusahaan yang diaudit oleh auditor spesialis industri mempunyai discretionary accruals lebih rendah dan koefisien respon laba lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang diaudit oleh auditor non-spesialis. Temuan ini menunjukkan bahwa kompetensi auditor yang tinggi dalam industri yang diaudit dapat mengurangi manajemen laba (meningkatkan kualitas laba) dan menambah manfaat informasi laba.

Perluasan pengungkapan merupakan alternatif untuk mencegah atau mengurangi manajemen laba berlebihan. Sebagai contoh, kewajiban pengungkapan tentang dampak pemilihan kebijakan akuntansi yang menaikkan atau menurunkan laba, misalnya dampak untung penghentian aset, biaya kerugian piutang, atau rugi penghentian aset sesuai temuan Yoon et al. (2006), memungkinkan manaje¬men laba lebih terkendali karena pengungkapan tersebut menjadikan manajemen laba berlebihan lebih mudah diketahui oleh pengguna laporan keuangan (misalnya investor) dan dapat berakibat buruk bagi manajemen (misal¬nya terkena sanksi akibat melanggar efficient contracting).  Di samping itu, perluasan pengungkapan dapat memudah¬kan keputusan pemanfaatan informasi selain laba dalam pengambilan keputusan, misalnya informasi aliran kas yang lebih bermanfaat ketika tingkat perataan laba semakin tinggi (Sutopo, 2003).

Hadirin yang saya hormati,
Dari pembahasan yang telah saya sampaikan, dapat saya sampaikan simpulan sebagai berikut. Kualitas laba ber¬manfaat dalam pengambilan keputusan ekonomi, bisnis, atau investasi. Hal ini didukung oleh hasil-hasil penelitian tentang berbagai aspek pengambilan keputusan investasi. Hasil penelitian antara lain mengindikasi bahwa kualitas laba dapat mengurangi biaya modal yang merupakan unsur penting dalam pengambilan keputusan investasi. Di samping itu, kualitas laba dapat meningkatkan return saham dalam hubungannya dengan kenaikan laba.

Untuk memenuhi tujuan penyajian informasi keuangan yaitu bermanfaat dalam pengambilan keputusan ekonomi atau investasi, seharusnya laba yang disajikan merupakan laba yang berkualitas. Meskipun demikian, hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa laba tidak selalu berkualitas. Hal ini banyak ditemukan dalam literatur tentang manajemen laba, yaitu pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer untuk mencapai tujuan tertentu. Manajemen laba dapat dilakukan untuk tujuan mendapat keuntungan dari pembelian dan atau penjualan saham, menghindari pelanggaran kontrak, men¬dapatkan bonus sesuai target, menghindari atau mengurangi biaya politis, mengkomunikasikan informasi privat (private information) secara efisien, dan tujuan tertentu yang lain.

Manajemen laba dapat sinkron dengan kebermanfaatan informasi laba dalam pengambilan keputusan tetapi dapat juga tidak. Berbagai alternatif solusi diperlukan untuk mengatasi masalah yang timbul akibat manajemen laba yang dapat tidak sesuai dengan kebermanfaatn laba dalam pengambilan keputusan. Berbagai alternatif solusi ini antara lain, pemberlakuan standar akuntansi yang lebih ketat tetapi masih memungkinkan manajemen melakukan pemilihan kebijakan akuntansi dalam batas wajar untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, misalnya untuk tujuan efficient contracting berbasis laba atau untuk mengkomunikasikan informasi privat yang dapat meningkatkan keinformasian laba. Di samping itu, penerapan good corporate governance (GCG) dan perluasan pengungkapan (misalnya pengung¬kapan tentang dampak pemilihan kebijakan akuntansi yang menaikkan atau menurunkan laba) dapat diberlakukan untuk mencegah atau mengurangi manajemen laba yang ber¬lebihan. Penerapan GCG dan perluasan pengungkapan ini lebih memudahkan manajemen laba dikenali dan dapat mendorong manajemen untuk menghindarinya karena mengandung risiko yang lebih besar bagi manajer. Di samping itu, perluasan pengungkapan dapat memudahkan keputusan pemanfaatan informasi di samping laba dalam pengambilan keputusan investasi, misalnya informasi aliran kas pada waktu tingkat manajemen laba semakin tinggi.

Hadirin yang saya hormati,
Sebagai penutup pidato pengukuhan ini, saya mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan nikmat-Nya, dan perkenankanlah saya menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada semua pihak atas kontribusi yang diberikan kepada saya dalam pen¬capaian jabatan Guru Besar.

Kepada Menteri Pendidikan Nasional Prof. Dr. Bambang Sudibyo, M.B.A. saya mengucapkan terima kasih atas pengangkatan saya dalam jabatan Guru Besar. Saya juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Rektor/Ketua Senat beserta segenap anggota senat Universitas Sebelas Maret dan Dekan/Ketua Senat beserta segenap anggota Senat Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret pada masa pengajuan usulan jabatan Guru Besar yang telah menyetujui usulan tersebut. Terima kasih juga saya sampaikan kepada semua pihak yang terlibat dalam proses pengusulan saya dalam jabatan Guru Besar sejak proses awal di Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret sampai dengan diterbitkan Surat Keputusan pengangkatan oleh Menteri Pendidikan Nasional.

Penyelesaian studi program doktor merupakan salah satu syarat pengusulan jabatan Guru Besar. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini, perkenankan saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. Zaki Baridwan, M. Sc., promotor saya dalam penyusunan disertasi, dan Prof. Dr. Mas’ud Machfoedz, M.B.A., Dr. Suwardjono, M.  Sc., serta Dr. Gudono, M.B.A., ko-promotor, yang telah dengan sabar dan bijak memberi bimbingan kepada saya dalam menyusun disertasi dan dalam menyelesaikan studi pada jenjang doktor di Universitas Gadjah Mada. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada segenap anggota tim penguji disertasi, segenap dosen dan karyawan, serta rekan-rekan saya pada waktu menempuh program doktor atas perhatian, bantuan, dan dukungan dalam penyelesaian studi saya.

Saya juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada segenap guru dan karyawan serta teman-teman semasa sekolah dari sekolah tingkat dasar sampai dengan sekolah menengah tingkat atas, serta kepada segenap dosen, karyawan, dan teman-teman pada waktu menempuh pendi¬dikan tinggi program sarjana dan program pasca¬sarjana atas dukungan yang diberikan kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan studi pada masing-masing jenjang dan dapat melanjutkan ke program doktor.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada segenap pimpinan, dosen, karyawan, mahasiswa, dan alumni di lingkungan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret dan kepada semua pihak yang telah memberi bantuan dan dukungan kepada saya dalam mencapai jabatan Guru Besar.

Pada kesempatan ini, saya mengucapkan terima kasih kepada ayah dan ibu saya, Bapak Suyud Sastrowiryono (almarhum) dan Ibu Nanik Sutarni Suyud Sastrowiryono (almarhumah) yang semasa hidup senantiasa mendo’akan dan memberi dukungan pada saya. Demikian juga terima kasih saya sampaikan kepada bapak mertua saya, Bapak R.M. Sutardi Sumosutragio, atas do’a dan dukungannya, dan kepada ibu mertua saya, Ibu Moerdinah Sutardi Sumo¬sutragio (almarhumah) yang semasa hidup juga mendo’akan dan memberi dukungan pada saya.

Kepada isteri saya Intan Murtarina Adiati dan anak-anak saya, Arum Kusumaningdyah Adiati, Purnama Siddi, Lina Nur Ardila, dan Dany Adi Saputra, serta kepada menantu saya Rian Kusindratno dan saudara-saudara saya, saya mengucapkan terima kasih atas do’a, pengertian, perhatian, dan dukungan yang diberikan.

Kepada segenap hadirin yang saya hormati yang dengan sabar mengikuti pidato pengukuhan ini, saya mengucapkan terima kasih dan mohon maaf atas segala kekurangan dan kekhilafan saya. Semoga apa yang saya sampaikan ini bermanfaat, dan semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat, taufiq, hidayah, dan barokah-Nya kepada kita semua serta mengampuni dosa-dosa kita. Amin.

Wassalamu ’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

DAFTAR PUSTAKA

Asyik, N. F. 2005. Dampak penyataan dan nilai wajar opsi pada pengaruh magnitude kompensasi program opsi saham karyawan (POSK) terhadap pengelolaan laba serta pengaruh ikutannya pada nilai intrinsik opsi. Disertasi. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Balsam, S., J. Khrisnan, dan J. S. Yang. 2003. Auditor industry specialization and earnings quality. Auditing  22 (2): 71-97.
Beneish, M. D., dan M. E. Vargus. 2002. Insider trading, earnings quality, and accrual mispricing. The Accounting Review 77 (4): 755-791.
Chan, K., L. K. C. Chan, N. Jegadeesh, dan J. Lakonishok. 2006. Earnings quality and stock returns. Journal of Business 79 (3): 1041-1082.
Cheng, Q., dan T. D. Warfield. 2005. Equity incentives and earnings management. The Accounting Review 80 (2): 441-476.
Ewert, R., dan A. Wagenhover. 2005. Economic effects of tightening accounting standards to restrict earnings management. The Accounting Review 80 (4): 1101-1124.
Francis, J., R. LaFond, P. M. Olsson, dan K. Schipper. 2004. Costs of equity and earnings attributes. The Accounting Review 79 (4): 967-1010.
Gietzmann, M. dan J. Ireland. 2005. Cost of capital, strategic disclosure, and accounting choice. Journal of Business Finance & Accounting 32(3): 599-634.
Gumanti, T. A. 2001. Earnings management dalam pena¬waran saham perdana di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia 4 (2): 165-183.
Hanlon, M. 2005. The persistence and pricing of earnings, accruals, and cash flows when firms have large book-tax differences.  The Accounting Review 80 (1): 137-166.
Hodge, F. D. 2003. Investors’ perceptions of earnings quality, auditor independence, and the usefulness of audited financial information. Accounting Horizons 17: 37-48.
Lee, K. W., B. Lev, dan G. Yeo. 2007. Organizational structure and earnings management. Journal of Accounting, Auditing & Finance 22 (2): 293-331.
Marquardt, C. A., dan C. I. Wiedman. 2004. The effect of earnings management on the value relevance of accounting information. Journal of Business Finance & Accounting 31(3 & 4): 297-332.
Mikhail, M. B., B. R. Walther, dan R. H. Willis. 2003. Reactions to dividend changes conditioned on earnings quality. Journal of Accounting, Auditing & Finance 18 (1): 121-151.
Nichols, D. C., dan J. M. Wahlen. 2004. How do earnings numbers relate to stock returns?– Review of classic accounting research with updated evidence. Accounting Horizons 18 (4): 263-286.
Richardson, S. 2003. Earnings quality and short sellers. Accounting Horizons 17: 49-61.
Schipper, K., dan L. Vincent. 2003. Earnings quality. Accounting Horizons 17: 97-110.
Scott, W. R. 2006. Financial Accounting Theory. 4th ed. Toronto: Prentice-Hall.
Sutopo, B. 2003. The moderating impact of income smoothing on the incremental information content of cash flows. Jurnal Bisnis Strategi 12 (Desember):             44-57.
Suwardjono. 2005. Teori Akuntansi: Perekayasaan Pelaporan Keuangan Edisi 3. Jogjakarta: BPFE.
Tucker, J. W., dan P. A. Zarowin. 2006. Does income smoothing improve earnings informativeness?  The Accounting Review 81 (1): 251-270.
Utami, W. 2006. Pengaruh manajemen laba terhadap biaya modal ekuitas (studi pada perusahaan pulik sektor manufaktur). Jurnal Riset Akuntansi Indonesia 9(2):178-199.
Yoon, S. S., G. Miller, dan P. Jiraporn. 2006. Earnings management vehicles for Korean firms. Journal of International Financial Management & Accounting 17 (2): 85-109.

5 Comments

  • siti yuliani
    Posted 22 June 2020 10:21 am 0Likes

    saya ingin bertanya prof, apakah kualitas laba dapat di pengaruhi oleh struktur modal dan quick ratio???

  • Katrin
    Posted 16 April 2019 1:56 pm 0Likes

    saya ingin bertanya prof, apakah kualitas laba dapat diukur lewat rasio keuangan? Terimakasih

    • admin
      Posted 22 April 2019 11:35 am 0Likes

      Silakan langsung menghubungi Prof. Bambang di FEB UNS. Perpustakaan UNS hanya memfasilitasi untuk mendiseminasi tulisan beliau. Terima kasih.

  • Mega Setiani
    Posted 26 May 2018 3:12 am 0Likes

    terima kasih atas informasnya

  • sumiadji
    Posted 16 March 2017 10:08 pm 0Likes

    Substansi dan pembahasannya runut, saya baca mulai awal hingga akhir. thanks prof

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.